Pages

Ads 468x60px

Sejarah Yang Hilang Mengenai Fathimah Azzahra as

Fathimah Azzahra as




Nama : Fathimah

Gelar : Az-Zahra
Julukan : Ummu al-Aimah, Sayyidatu Nisa’, al-‘Alamin, Ummu Abiha
Ayah : Muhammad Rasulullah saw
Ibu : Khadijah al-Kubra
Tempat/Tgl Lahir : Makkah, Hari Jum’at, 20 Jumadi al-Tsani (jamadil akhir)
Hari/Tgl Wafat : Selasa, 3 Jumadi al-Tsani Tahun 11 H
Umur : 18 Tahun
Makam: ???
Jumlah Anak : 4 orang; 2 laki-laki dan 2 perempuan
Laki-laki : Hasan dan Husein
Perempuan : Zainab dan Ummu Kaltsum







Riwayat Hidup

Di antara anak wanita Rasulullah s.a.w, Fathimah Az-Zahra a.s, merupakan wanita paling utama kedudukannya. Kemuliannya itu diperoleh sejak menjelang kelahirannya, yang didampingi wanita suci sebagaiman yang diucapkan oleh Khadijah:
"Pada waktu kelahiran Fartimah a.s, aku meminta bantuan wanita-wanita Quraish tetanggaku, untuk menolong. Namun mereka menolak mentah-mentah sambil mengatakan bahwa aku telah menghianati mereka dengan mendukung Muhammad. Sejenak aku bingung dan terkejut luar biasa ketika melihat empat orang tinggi besar yang tak kukenal, dengan lingkaran cahaya disekitar mereka mendekati aku. Ketika mereka mendapati aku dalam kecemasan salah seorang dari mereka menyapaku: ‘Wahai Khadijah! Aku adalah Sarah, ibunda Ishhaq dan tiga orang yang menyapaku adalah Maryam, Ibunda Isa, Asiah, Putri Muzahim, dan Ummu Kultsum, Saudara perempuan Musa. Kami semua diperintah oleh Allah untuk mengajarkan ilmu keperawatan kami jika anda bersedia". Sambil mengatakan hal tersebut, mereka semua duduk di sekelilingku dan memberikan pelayanan kebidanan sampai putriku Fathimah a.s lahir."


Meningkat usia 5 tahun, beliau telah ditinggal pergi ibunya. Tidak secara langsung beliau mengantikan tempat ibunya dalm melayani, membantu dan memebela Rasulullah s.a.w, sehingga beliau mendapat gelar Ummu Abiha (ibu dari ayahnya). Dan dalam usia yang masih kanak-kanak, beliau juga telah dihadapkan kepada berbagai macam uji coba. Beliau melihat dan meyaksikan perlakuan keji kaum kafir Quraish kepada ayahandanya, sehingga seringkali pipi beliau basah oleh linangan air mata kerana melihat penderitaan yang dialalmi ayahnya.
Ketika Rasulullah pindah ke kota Madinah beliau ikut berhijrah bersama ayahnya. Selang beberapa tahun setelah hijrah tepat pada tanggal 1 dzulhijjah, hari jum’at, tahun 2 Hijrah, beliau menikah dengan Ali bin Abi Thalib.




Dari pernikahannya suci yang diberkati oleh Allah SWT, beliau dikaruniai dua orang putra; Hasan dan Husein serta dua orang putri, Zainab dan Ummi Kaltsum, mereka semua terkenal sebagai orang yang sholeh, baik dan pemurah hati.



Fathimah bukan hanya seorang anak yang paling berbakti pada ayahnya, tapi sekaligus sebagai seorang istri yang setia mendampingi suaminya disegala keadaan serta sebagai pendididk terbaik telah berhasil mendidik anak-anaknya.


Masa-masa indah bagi beliau adalah ketika hidup bersama Rasulullah s.a.w. Beliau mempunyai tempat agung disisi Rasulullah sehingga digambarkan di kitab Thabari Hal 40, Siti Aisah berkata: “Aku tidak melihat orang yang pembicaraannya mirip dengan Rasulullah s.a.w seperti Fathimah as. Apabila datang kepada ayahanya, beliau berdiri, menciumnya, menyambut gembira dan mengiringnya lalu didudukkan di tempat duduk beliau. Apabila Rasulullah datang kepadanya, ia pun berdiri menyambut ayahandanya dan mencium tangan beliau s.a.w".


Tidak heran, jika setelah kepergian baginda Rasulullah, beliau sangat sedih dan berduka cita, hatinya menangis dan menjerit sepanjang waktu. Namun perlu diketahui bahwa kesedihan dan tangisannya itu bukanlah semata-mata kehilangan Rasulullah s.a.w tapi juga beliau melihat kelakukan umat sesudahnnya yang sudah banyak menyimpang dari ajaran ayahnya, dimana penyimpangan itu akan membawa kesengsaraan bagi kehidupan mereka.


Sejarah mencatat bahwa Sayyidah Fathimah Az-Zahra a.s setelah kepergian Rasulullah s.a.w tidak penah terlihat senyum apalagi tertawa. Sejarah juga mencatat bahwa antara beliau dengan khalifah pertama dan kedua terjadi perselisihan tentang tanah Fadak dan tentang masalah lainnya. Menurut Sayyidah Fathimah a.s tanah itu adalah hadiah dari ayahnya untuk dirinya, namun khalifah berkata: "Bahwa nabi tidak meninggalkan sesuatau dari keluarganya, sedangkan warisan nabi berubah statusnya menjadi sedekah yang digunakan untuk kemaslahatan kaum muslimin".


M.H. Shakir berbependapat: "Wafat Rasulullah s.a.w sangat mempengaruhinya, ia sangat sedih, berduka dan tangis hatinya memekik sepanjang masa. Sayang sekali, setelah wafat nabi, pemerintah mengambil alih tanah fadak dan menyerahkannya sebagai milik negara".


Kehidupan Fathimah az-Zahra a.s, wanita agung sepanjang masa adalah kehidupan yang diwarnai kesucian, kesederhanaan, pengabdian, perjuangan dan pengorbanan bukan kehidupan yang diwarnai kemewahan yang ramah dan lembut.


Fathimah hanya hidup tidak lebih dari 75 hari setelah kepergian ayahnya. Pada tanggal 14 Jumadil Ula, tahun 11 Hijriyah wanita suci, wanita agung dan mulia sepanjang masa, menutup mata dalam usia yag relatif muda yaitu 18 tahun.


Namun sebelum wafatnya beliau mewasiatkan keinginan kepada Imam ali as yang isinya:
1. Wahai Ali, engkau sendirilah yang harus melaksanakan upacara pemakamanku.
2. Mereka yang tidak membuat aku rela/ridha, tidak boleh menghadiri pemakamanku.
3. Jenazahku harus dibawa ke tempat pemakaman pada malam hari.


Fathimah Az-Zahra ," Putri bungsu Rasulullah sa.w, telah tiada. Tidak ada ungkapan yang mampu mengambrakan keagungan Fathimah Az-Zahra yang sebenarnya. DR. Ali Syariati memberikan komentar tentang Fathimah: " Saya akan bangga dan hendak mengatakan , "Fathimah a.s adalah putri Khadijah yang besar". Saya rasa itu bukan Fathimah a.s. Saya hendak mengatakan," Fathimah a.s adalah putri Rasulullah s.a.w. Saya rasa itu bukan juga Fathimah. Saya hendak mengatakan, "Fathimah a.s adalah istri Ali. Saya rasa itu juga bukan Fathimah A.s. Saya hendak mengatakan Fathimah a.s adalah ibunda Zainab. Saya masih merasa itu bukan Fathimah a.s. Tidak, semua itu benar tetapi tak satupun yang menggambarkan Fathimah a.s yang sesungguhnya. "Fathimah a.s adalah Fathimah a.s."


Karomah Fathimah as
 

Abu Sai'd al-Khudri berkata: “Pada suatu hari Ali AS berkata bahwa beliau AS berasa amat lapar. Beliau AS kemudian meminta Fatimah AS menyediakan makanan. Fatimah AS bersumpah bahwa tidak ada makanan yang tinggal untuk menghilangkan kelaparan Ali AS. Imam Ali AS bertanya mengapa Fatimah AS tidak memberitahukan kepadanya bahwa di rumah mereka sudah tidak ada makanan lagi. Fatimah AS menyatakan bahwa dia AS merasa malu untuk menyatakan perkara itu, dan dia AS juga tidak mau menuntut apa-apa dari Imam Ali AS. Imam Ali AS keluar dari rumah dengan rasa tawakal kepada Allah SWT. Beliau AS meminjam uang sebanyak satu dinar dengan hasrat untuk membeli makanan untuk penghuni rumahnya. Dalam perjalanan pulang, beliau bertemu Miqdad ibn Aswad sedang terbaring di atas jalan pasir yang panas terik oleh sinar matahari yang membakar. Miqdad kelihatan sedih dan muram. Lalu Imam Ali AS bertanya kepadanya apa yang terjadi tetapi dia enggan menyatakan perkara yang berlaku kepada Imam Ali AS. Tetapi akhirnya dia menyatakan juga rahasia itu dan berkata:



“Wahai Abul Hasan! Aku bersumpah bahwa ketika aku keluar rumah tadi, penghuni rumahku berada di dalam kelaparan yang amat sangat. Anak-anakku kelaparan dan aku tidak sanggup menonton keadaaan mereka menangis itu. Lalu aku meninggalkan mereka, dan berusaha mencari jalan untuk mengatasi masalah tersebut."

Air mata Ali AS jatuh bercucuran dan mengenai janggutnya apabila mendengar kisah tersebut. Ali AS berkata kepadanya: 



" Aku bersumpah bahwa aku juga mengalami keadaan yang sama seperti engkau."

Ali AS lalu menyerahkan uang yang dibawanya kepada Miqdad. Ali AS kemudian pergi ke masjid di mana pada ketika itu Nabi S.A.W sedang shalat. Ali AS bershalat di tempat suci itu, dan selepas selesai menunaikan kewajibannya, beliau AS menemui Nabi S.A.W di pintu masjid. Rasulullah S.A.W bertanya Ali AS tentang makanan apa yang akan dia siapkan untuk makam malam karena Nabi S.A.W hendak ikut makan malam di tempat putrinya..



Ali AS tunduk dan tidak berkata apa-apa. Beliau AS tidak tahu apa yang harus dikatakan. Kelihatannya Rasulullah S.A.W tahu tentang kisah uang satu dinar itu. Telah diwahyukan kepada Nabi Muhammad S.A.W bahwa hendaklah beliau S.A.W bersama Ali AS pada petang itu." Mengapa anda tidak berkata sesuatu?," tanya Nabi Muhammad S.A.W. Ali AS dengan menjawab:" Diriku di tanganmu."



Nabi Muhammad S.A.W memegang tangan Ali AS dan dua orang yang agung ini berjalan bersama-sama ke rumah Fatimah AS. Apabila sampai di sana, Fatimah AS baru selesai menunaikan kewajibannya (solat), dan di atas tungku ada satu periuk masakan sedang di masak dan ketika ia sedang mendidih. Fatimah AS kemudian keluar apabila mendengar bunyi tapak kaki ayahnya datang dan menyambut kedatangan mereka. Nabi S.A.W mengucapkan salam dengan lembut." Semoga Allah SWT memberi rahmat ke atas kamu berdua, dan semoga kamu dapat menyediakan kami hidangan makan malam!" sambung Rasulullah S.A.W.

Fatimah AS mengambil periuk tersebut dan meletakkan di hadapan ayahnya S.A.W dan suaminya, Ali AS, yang terkejut dan bertanya isterinya bau makanan yang lezat di dalam periuk itu. Fatimah AS berkata:" Adakah anda marah dengan memandangku dengan pandangan yang demikian! Adakah aku telah melakukan sesuatu yang salah menyebabkan aku layak menerima kemarahanmu!?"



Ali AS berkata:" Mengapa tidak? Semalam engkau bersumpah bahwa engkau tidak mempunyai sedikit makanan pun untuk kita hidup selama beberapa hari! Apa artinya ini semua?"



Dengan memandang ke langit Fatimah AS menyambung:" Tuhanku yang berkuasa ke atas langit dan bumi akan menjadi saksi bahwa apa yang akan aku katakan ini adalah benar."

Ali AS menambah:" Wahai Fatimah! Sudikah engkau menyatakan kepada kami kisah sebenarnya. Sudikah engkau dengan jujur menyatakan kepada kami siapakah yang mengantarkan hidangan yang lazat ini yang menjadi makanan kita!"



Rasulullah S.A.W dengan lembut meletakkan tangannya ke atas bahu Ali AS dan berkata:" Wahai Ali! Semua sebenarnya ini adalah anugerah dari Allah SWT karena kemurahan yang kamu tunjukkan ketika memberikan uang dinar tersebut.



"...Sesungguhnya Allah memberikan (rezeki) apa yang dikehendakiNya tanpa hisab."(Ali-Imran:37)

"Dan apabila Zakaria masuk untuk menemui Maryam di mihrabnya, dia mendapati makanan di sisinya." (Ali-Imran:37)[Bihar al-Amwar, Jilid 43, hlm.59-61; Amali Tusi, Jilid 2, hlm.228-230]







Keperibadian Fathimah as

Fatimah AH termasuk dalam Ahlul Bayt Rasulullah S.A.W sebagaimana yang dinyatakan dalam ayat al-Tathir dalam surah al-Ahzab: 33. Dalam Surah Al-Ahzab:33 bermaksud:
"Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan kalian daripada kekotoran (rijsa), wahai Ahlul Bayt dan menyucikan kamu sebersih-bersihnya."
Ayat di atas mengisahkan Hasan dan Husayn AS sedang dalam keadaan sakit. Rasulullah S.A.W dengan beberapa orang sahabat menziarahi mereka. Rasulullah S.A.W mencadangkan kepada Ali AS bernazar kepada Allah SWT bahawa dia dan keluarganya akan berpuasa selama tiga hari apabila anak mereka sembuh dari penyakit tersebut. Ali, Fatimah, dan pembantu mereka, Fizzah bernazar kepada Allah SWT. Apabila Hasan dan Husayn AS sembuh, mereka pun berpuasa. Pada waktu berbuka datang seorang pengemis meminta makanan kepada mereka. Pada hari itu mereka hanya berbuka dengan sahaja. Keesokan hari ini datang seorang anak yatim meminta makanan daripada mereka pada waktu berbuka dan sekali lagi mereka hanya berbuka dengan air sahaja. Pada hari ketiga, datang pula seorang tawanan perang meminta makanan. Selepas memberikan makanan, Ali membawa anak-anaknya ke rumah Rasulullah S.A.W. Rasulullah S.A.W berasa sedih melihat keadaan cucunya itu. Ali AS membawa Rasulullah S.A.W ke rumah mereka. Sampai di sana Rasulullah S.A.W. melihat Fatimah AH sedang berdoa dengan keadaan yang amat lemah. Rasulullah S.A.W berasa amat sedih. Turun malaikat Jibril berkata kepada beliau S.A.W," Wahai Muhammad ambillah dia (Fatimah). Allah memberikan tahniah pada Ahl Bayt kamu." Lalu Jibril membacakan ayat tersebut.[Al-Hakim al-Haskani, Shawahid al-Tanzil, jld.II, hlm.298; al-Alusi, Ruh al-Ma'ani, jld.XXIX, hlm.157; Fakhur al-Razi, Jild.XIII, hlm.395]

Rasulullah S.A.W bersabda yang bermaksud:


" Fatimah adalah sebahagian daripadaku. Barang siapa yang membuat dia marah, akan membuat aku marah." [a-Bukhari, Jilid II, hlm.185]
Imam Ali al-Redha AS berkata bahawa Rasulullah S.A.W bersabda bermaksud:
" Hasan AS dan Husayn AS adalah makhluk yang terbaik di dunia selepasku dan selepas bapa mereka (Ali AS) dan ibu mereka (Fatimah AH) adalah wanita yang terbaik di kalangan semua wanita."[Bihar, Jilid 43, hlm. 19 dan 20]
Dari Imam Ali AS dari Rasulullah S.A.W berkata kepada Fatimah AH bermaksud:
“Sesungguhnnya Allah marah kerana kemarahanmu dan redha kerana keredhaanmu." [Mustadrak al-sohihain, juzuk 3, hlm152]



Dari Aisyah berkata bahawa:
" Tidak pernah aku melihat seorang pun yang lebih benar dalam berhujah daripadanya melainkan ayahnya (Rasulullah S.A.W)."[Mustadrak al-Sohihain, Juzuk 3, hlm.160]

Al-Bukhari meriwayatkan sebuah hadith dari Aisyah berkata bahawa Rasulullah S.A.W bersabda:
".....Tidakkah engkau redha (wahai Fatimah) bahawa engkau adalah saidati-nisa fil-Jannah(pemimpin wanita di syurga) atau pemimpin wanita seluruh alam..." [Sahih Bukhari, Jld. IV, hadith 819]



Dalam hadith yang lain al-Bukhari meriwayatkan dari Aisyah sebuah hadith yang panjang dan di sini dinyatakan sebahagiannya:
"....Wahai Fatimah! Tidakkah engkau redha bahawa engkau adalah saidati-nisa il-mu'minin (pemimpin wanita mu'minin) atau saidanti-nisa-i hadzhihi il-ummah (pemimpin wanita umah ini)?"[Al-Bukhari, Jilid 8, hadith 301]

Al-Bukhari meriwayatkan hadith dari Imam Ali AS bahawa pada suatu ketika Fatimah AH mengadu tentang kesusahannya mengisar tepung. Apabila beliau AH mendengar berita ada beberapa orang hamba dari rampasan perang telah dibawa kepada Rasulullah S.A.W, beliau AH lalu pergi (ke rumah Rasulullah S.A.W) untuk menemui baginda S.A.W bagi mendapatkan pembantu tersebut, tetapi pada ketika itu (Rasulullah S.A.W tidak ada di rumah) Aisyah tidak dapat mencari baginda S.A.W. Lalu Fatimah menceritakan hasratnya kepada Aisyah. Apabila Rasulullah S.A.W pulang, Aisyah menyatakan kepadanya perkara tersebut. Rasulullah S.A.W kemudian pergi ke rumah kami....Mahukan kamu aku nyatakan suatu perkara yang lebih baik daripada apa yang kamu minta? (Iaitu) apabila kamu hendak masuk ke tempat tidurmu, maka ucapkanlah Allahu Akbar 34 kali, Alhamdulillah 33 kali, dan Subhan Allah 33 kali. Ini adalah lebih baik daripada yang kamu pohonkan."[ Al-Bukhari, Jld. VI, hadith 344]



Amru bin Dinar meriwayatkan dari Aisyah berkata:
" Tidak pernah aku melihat seseorang pun yang lebih benar daripada Fatimah salamullah 'alaiha selain daripada ayahnya."[Hilyatul-awliya, Juzuk 2, hlm. 41]

Ibnu Abbas meriwayatkan bahawa Rasulullah S.A.W bersabda yang bermaksud:
"Pada malam aku diangkat ke langit (mi'raj), aku melihat di pintu syurga tertulis bahawa Tidak ada Tuhan melainkan Allah, Muhammad Rasulullah, Allah mengasihiku, dan Hasan, dan Husayn sofwatullah (sari yang terbaik dari Allah) , Fatimah Khiratullah (sesuatu yang terbaik dari pilihan Allah), laknatullah ke atas mereka yang membenci mereka."[Tarikh al-Baghdadi, Juzuk 1, hlm. 259]


Fatimah al-Zahra AH mempunyai sifat-sifat berikut seperti ayahnya dan suaminya serta anggota keluarganya :(1) menemukan jalan yang benar (ihtida') (2) mentaati prinsip-prinsip Islam (iqtida'), dan (3) berpegang teguh serta menyakini kewajipan-kewajipannya (tamassuk)." [ Nasa'i dalam Khashais Alawiyyah]




Sikap Rasulullah terhadap Fathimah as


Rasulullah mengaitkan Fatimah AH dengan dirinya S.A.W. Justru Rasulullah S.A.W bersabda yang bermaksud:

“Fatimah adalah daripadaku dan barang siapa yang membuat dia marah, akan membuat aku marah." [Al-Bukhari, Jilid V, hadith 111]

Ketika berpergian, Fatimah AH adalah orang yang paling akhir beliau S.A.W mengucapkan selamat tinggal, dan ketika pulang dia (Fatimah AH) adalah orang yang pertama yang ditemui oleh ayahnya S.A.W. [Bihar, Jilid 43, hlm.39-40; Ahmad bin Hanbal, Musnad, Juzuk 5, hlm.275; Al-Baihaqi, Sunan, Juzuk 1, hlm.26].

Imam Ali AS suatu ketika bertanya kepada Rasulullah S.A.W:
" Wahai Rasulullah! Siapakah di kalangan keluargamu yang paling dekat denganmu? Fatimah binti Muhammad," jawab baginda S.A.W.
[Al-Tabari, Dhakair al-Uqba; Al-Tirmidzi, Sunan. hlm.549; Al-Mustadrak, Jilid 3, hlm.21 dan 154]




Kezuhudan Fathimah as


Imam Hasan AS meriwayatkan," Aku belum pernah melihat seorang wanita yang lebih alim daripada ibuku. Ia selalu melakukan solat dengan begitu lama sehingga kakinya menjadi bengkak." Imam Hasan AS juga meriwayatkan:



“Aku melihat ibuku, Fatimah berdiri solat pada malam Jumaat. Beliau meneruskan solatnya dengan rukuk dan sujud sehingga subuh. Aku mendengar beliau AH berdoa untuk kaum mu'minin dan mu'minah dengan menyebut nama-nama mereka. Beliau berdoa untuk mereka semua tetapi beliau AH tidak berdoa untuk dirinya sendiri. "Ibu," Aku bertanya kepada beliau AH. "Mengapa ibu tidak berdoa untuk diri sendiri sebagaimana ibu berdoa untuk orang lain?" Beliau menjawab," Anakku, (berdoalah) untuk jiran-jiranmu diutamakan dan kemudian barulah dirimu sendiri."[Bihar al-Anwar, Jilid 43, hlm.81-82; Abu Muhammad Ordooni, Fatimah The Gracious, hlm.168-169;Sayyid Abdul Razak Kammoonah Husseini, Al-Nafahat al-Qudsiyyah fi al-Anwar al-Fatimiyyah, Juzuk 13, hlm.45]



Asma' binti Umays meriwayatkan:
“Pada suatu ketika aku sedang duduk-duduk bersama Fatimah AH apabila Nabi S.A.W datang. Beliau S.A.W melihat Fatimah AH memakai rantai di lehernya yang telah diberikan oleh Ali bin Abi Talib AS dari bahagiannya yang diambil daripada harta rampasan perang." Anakku", beliau S.A.W berkata, " Janganlah tertipu dengan apa yang orang katakan. Anda adalah Fatimah puteri Muhammad, anda memakai barang perhiasan (yang menjadi kesukaan) orang-orang yang bongkak." Beliau AH serta-merta melucutkan rantainya pada ketika itu juga dan menjualnya. Dengan wang dari jualan tersebut, beliau AH membeli dan kemudian membebaskan seorang hamba lelaki. Apabila Rasulullah S.A.W mendengar apa yang beliau AH lakukan, beliau S.A.W berasa gembira dan mendoakan rahmat kepada Imam Ali AS.

[Al-Hakim, Al-Mustadrak, Juzuk 3, hlm. 152; Bihar al-Anwar, Jilid 43, hlm.81]





Kehidupan Politik Sayyidah Fathimah as
Kehidupan Fatimah a.s. bukan hanya melakukan tugas sebagai suri rumah tangga dan beribadat saja tetapi juga meliputi soal-soal politik sejak dari zaman ayahandanya Rasulullah S.A.W di Mekah hingga selepas wafat ayahandanya S.A.W. Beliau a.s. dengan gigih menyokong keras perjuangan ayahandanya Rasulullah S.A.W dan berpegang teguh kepada prinsip-prinsip Islam yang telah dididik oleh ayahandanya Rasulullah S.A.W.
Pada tahun kesepuluh kerasulan, Khadijah ibu Fatimah a.s. meninggal dunia. Fatimah a.s. kehilangan ibundanya yang tercinta. Pada tahun yang sama, beliau a.s. kehilangan bapa saudara ayahnya Abu Talib yang selalu melindungi Rasulullah S.A.W. Dengan kewafatan dua orang insan mulia ini, para musyirikin Quraish mulai berani menentang dan menyakiti Rasulullah S.A.W secara terbuka. Sehingga pada suatu saat mereka sanggup memutuskan untuk membunuh Rasulullah S.A.W. Justru, Rasulullah S.A.W membuat keputusan berhijrah ke Madinah. Malam itu Ali AS tidur di tempat tidur Rasulullah S.A.W demi untuk mengelirukan musuh-musuh Allah itu. Pada malam itu juga Fatimah menginap di rumah ayahandanya dan mengetahui semua kejadian tersebut. Fatimah bertahan pada malam itu dengan penuh perjuangan, kesabaran, dan keberanian segala kemungkinan yang akan berlaku kepada mereka.
Fatimah a.s. kemudian berhijrah ke Madinah dengan rombongan hijrah di ketuai oleh Ali AS. Dalam perjalanan ke Madinah, beberapa orang kafir mencoba untuk menghalang mereka tetapi dengan keberanian dan tekad Ali AS, maka mereka ketakutan dan membiarkan rombongan hijrah itu meninggalkan Mekah. Akhirnya setelah menempuh segala kesulitan, mereka pun sampai ke Madinah.
Fatimah a.s. turut menjadi saksi Perang Badar dan Perang Uhud. Dalam Perang Uhud, dahi, dan gigi Nabi S.A.W luka parah. Dan yang lebih menyedihkan ialah ketika tersebarnya berita palsu bahwa Rasulullah S.A.W telah terbunuh. Fatimah a.s. berangkat ke Uhud untuk menyaksikan medan pertempuran, dan juga melihat ayahandanya yang dikasihi Rasulullah S.A.W. Setelah perang berakhir, Fatimah a.s. menemui ayahandanya Rasulullah S.A.W, dan membersihkan wajah baginda dari luka-luka. Dalam peperangan ini juga, Fatimah a.s. menyaksikan bapa saudara ayahnya, Hamzah syahid di medan perang. 


Selepas Rasulullah S.A.W wafat, Fatimah a.s. turut memperjuangkan hak Imam Ali AS sebagai khalifah yang sah dilantik oleh Rasul S.A.W dan juga tentang haknya terhadap Tanah Fadak. Fatimah tidak mengiktiraf Abu Bakar sebagai khalifah yang sah. Pada suatu ketika Abu Bakar dan Umar al-Khattab bersama rombongannya mengepung rumah Fatimah a.s. dengan tujuan memaksa penghuni rumah memberikan bai'ah kepada Abu Bakar. Malahan Rombongan tersebut mengancam akan membakar rumah tersebut. Seseorang bertanya kepada Umar: " Wahai ayah Hafsah (Umar al-Khattab), sesungguhnya Fatimah ada di dalam," dan Umar menjawab,: "Wa in (sekalipun)"[Ibn Qutaibah, Al-Imamah Wal-Siyasah, Jilid I, hlm.12-13]. Fatimah a.s. kemudian keluar dari pintu dari berkata lantang:"Hai, Abu Bakar, Alangkah cepatnya anda menyerang keluaga Rasul. Demi Allah, saya tidak akan bercakap dengan Umar sampai saya menemui Allah...Kamu semua telah membiarkan jenazah Rasulullah S.A.W bersama kami, dan kamu semua telah mengambil keputusan antara kamu sendiri tanpa bermusyawarah dengan kami dan tanpa menghormati hak-hak kami. Demi Allah, aku katakan, keluarlah kamu semua dari sini dengan segera! Jika tidak dengan rambutku yang kusut ini, aku akan meminta keputusan dari Allah!"[Ibn Abil Hadid, Syarh Nahjul Balaghah, Jilid VI, hlm.48-49] 


Fatimah a.s. menganggap Tanah Fadak sebagai miliknya yang sah karena ia telah diberikan oleh Rasul S.A.W ketika baginda S.A.W masih hidup. Tanah Fadak terletak dekat dengan Khaibar dan disitu terdapat kebun kurma. Tanah tersebut diserahkan oleh Bani Nadir kepada Rasulullah S.A.W selepas peristiwa Perang Khaibar pada tahun 7 Hijrah. Kemudian Rasulullah S.A.W menghadiahkan tanah tersebut kepada Fatimah a.s. [riwayat dari Abu Sai'd al-Khudri - silakan lihat Fada'il Khamsah fi al-Sihah al-Sittah, Jilid 3, hlm.36] yaitu apabila turunnya ayat Qur'an yang bermaksud," Apa saja harta rampasan (fa'i) yang diberikan Allah kepada RasulNya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang-orang yang dalam perjalanan supaya harta itu tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu terimalah ia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah, dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukumanNya." (59:7) . 


Fatimah a.s. menuntut Tanah Fadak dari Abu Bakar tetapi Abu Bakar menolaknya. Fatimah a.s. lalu menemui Abu Bakar dan terjadilah perdebatan di antara mereka berdua: Al-Jauhari meriwayatkan bahwa ketika sampai berita kepada Fatimah a.s. bahwa Abu Bakar menolak haknya ke atas Tanah Fadak, maka Fatimah a.s. dengan disertai para pembantu wanitanya dan para wanita Bani Hasyim pergi menemui Abu Bakar. Fatimah a.s. berjalan dengan langkah seperti langkah Rasul. Ia lalu memasuki majlis yang dihadiri Abu Bakar, dan penuh dengan kaum Muhajirin dan Ansar. Fatimah membentangkan kain tirai antara dia dan kaum wanita yang menemaninya di satu sisi,dan majlis yang terdiri dari kaum lelaki di sisi yang lain. Ia masuk sambil menangis tersedu, dan seluruh hadirin turut menangis. Maka gemparlah pertemuan itu. Setelah suasana kembali tenang, Fatimah a.s. pun berbicara:


" Saya memulai dengan memuji Allah Yang Patut Dipuji. Segala Puji bagi Allah atas segala nikmatNya, dan terhadap apa yang diberikanNya..." dan setelah mengucapkan khutbahnya yang sungguh indah, ia lalu berkata:
Fatimah a.s.:" Apabila anda mati, wahai Abu Bakar, siapakah yang akan menerima warisan anda?"


Abu Bakar:" Anakku dan keluargaku."


Fatimah a.s.:" Mengapa anda mengambil warisan Rasul yang menjadi hak anak dan keluarga beliau?"


Abu Bakar:" Saya tidak berbuat begitu, wahai putri Rasul."


Fatimah a.s.:" Tetapi anda mengambil Fadak, hak Rasulullah yang telah beliau berikan kepada saya semasa beliau masih hidup....Apakah anda dengan sengaja meninggalkan Kitabullah dan membelakanginya serta mengabaikan firman Allah yang mengatakan," Sulaiman mewarisi dari Daud " (Al-Naml: 16), dan ketika Allah mengisahkan tentang Zakaria serta firman Allah, Dan keluarga sedarah lebih berhak waris mewarisi menurut Kitabullah?(Al-Ahzab:6) Dan Allah berwasiat, " Bahwa anak lelakimu mendapat warisan seperti dua anak perempuan" (Al-Nisa:11) dan firman Illahj," Diwajibkan atas kamu apabila salah seorang daripada kamu akan meninggal dunia, jika ia meninggalkan harta, bahwa ia membuat wasiat bagi kedua orang tua dan keluarganya dengan cara yang baik, itu adalah kewajiban bagi orang-orang yang bertaqwa" (Al-Baqarah: 80).


Apakah Allah mengkhususkan ayat-ayat tersebut kepada anda dan mengecualikan ayahku daripadanya? Apakah anda lebih mengetahui ayat-ayat yang khusus dan umum, lebih daripada ayahku dan anak bapa saudaraku (Ali AS) Apakah anda menganggap bahwa ayahku berlainan agama dariku, dan lantaran itu maka aku tidak berhak menerima warisan?" [Ibn Abil Hadid, Syarh Nahjul Balaghah, Jilid XVI, hlm.249]
Ibn Qutaibah meriwayatkan pertemuan yang mungkin terakhir di antara Fatimah a.s. dan Abu Bakar seperti berikut:


" Umar bin Khattab berkata kepada Abu Bakar:" Marilah kita pergi kepada Fatimah, sesungguhnya kita telah menyakiti hatinya."


Maka keduanya pun pergi ke rumah Fatimah a.s., dan Fatimah a.s. tidak mengizinkan mereka masuk ke dalam rumah. Mereka lalu memohon kepada Ali bin Abi Talib, lalu Ali AS memperkenankan mereka masuk ke dalam.


" Tatkala keduanya duduk dekat Fatimah a.s., Fatimah a.s. memalingkan wajahnya ke arah dinding rumah. Salam Abu Bakar dan Umar tidak dijawabnya.


Fatimah a.s. kemudian berkata:" Apakah anda akan mendengar apabila saya katakan kepada anda suatu perkataan yang berasal dari Rasulullah S.A.W yang anda kenal dan anda telah bertemu beliau S.A.W?"


Keduanya menjawab: " Ya."


Kemudian Fatimah a.s. berkata:" Apakah anda tidak mendengar Rasulullah S.A.W bersabda," Keredhaan Fatimah adalah keredhaan saya, dan kemurkaan Fatimah adalah kemurkaan saya. Barang siapa mencintai Fatimah, anakku, bererti ia mencintaiku, dan barang siapa membuat Fatimah murka, bererti ia membuat aku murka."


Mereka berdua menjawab:" Ya, kami telah mendengarnya dari Rasulullah S.A.W.


Fatimah a.s. berkata:" Aku bersaksi kepada Allah dan malaikat-malaikatNya, sesungguhnya kamu berdua telah membuat aku marah, dan kamu berdua tidak membuat aku redha. Seandainya aku bertemu Nabi S.A.W, aku akan mengadukan kepada beliau S.A.W tentang kamu berdua.


Abu Bakar berkata:" Sesungguhnya saya berlindung kepada Allah dari kemurkaanNya dan dari kemurkaan anda, wahai Fatimah."


Kemudian Abu Bakar menangis, hampir-hampir jiwanya menjadi goncang.


Fatimah lalu berkata:" Demi Allah, selalu saya akan mendoakan keburukan terhadap anda dalam setiap shalat saya."


Kemudian Abu Bakar keluar sambil menangis....[Ibn Qutaibah, Al-Imamah Wal-Siasah, Bab Bagaimana Bai'at Ali bin Abi Talib; O.Hashem, Saqifah Awal Perselisihan Ummat, hlm.100-101

No comments:

Post a Comment

Assalamualaikum.. Temen2 jangan lupa Komentar na ^_^