Pages

Ads 468x60px

Kisah Semut dan Capung

 
Seekor semut yang pikirannya tersusun dalam rencana teratur,
sedang   mencari-cari  madu  ketika  seekor  capung  hinggap
menghisap madu dari bunga  itu.  Capung  itu  melesat  pergi
untuk kemudian datang kembali.
 
Kali ini Si Semut berkata,
 
"Kau  ini  hidup  tanpa  usaha,  dan  kau tak punya rencana.
Karena kau tak punya tujuan  nyata  ataupun  kira-kira,  apa
pula ciri utama hidupmu dan kapan pula berakhir?"
 
Kata Si Capung,
 
"Aku  bahagia, dan aku mencari kesenangan, ini jelas ada dan
nyata. Tujuanku adalah tanpa tujuan. Kau boleh  merencanakan
sekehendakmu; kau tak bisa meyakinkanku bahwa ada yang lebih
berharga daripada yang  kulakukan  ini.  Kaulaksanakan  saja
rencanamu, dan aku rencanaku."
 
Semut berpikir,
 
"Yang tampak padaku ternyata tak tampak olehnya. Ia tahu apa
yang terjadi pada semut. Aku  tahu  apa  yang  terjadi  pada
capung. Ia laksanakan rencananya, aku laksanakan rencanaku."
 
Dan  semutpun  berlalu,  sebab  ia  telah memberikan teguran
sebaik-baiknya dalam masalah itu.
 
Beberapa waktu sesudah itu, mereka pun bertemu lagi.
 
Si Semut menemukan kedai tukang daging, dan  ia  berdiri  di
bawah  meja  tumpuan  daging dengan bijaksana, menunggu saja
apa yang mungkin datang padanya.
 
Si Capung, yang melihat daging merah dari atas, menukik  dan
hinggap  diatasnya. Pada saat itu pula, parang tukang daging
berayun dan membelah capung itu menjadi dua.
 
Separoh tubuhnya jatuh  di  lantai  dekat  kaki  semut  itu.
Sambil  menangkap  bangkai  itu  dan  mulai  menyeretnya  ke
sarang, semut itu berkata kepada dirinya sendiri.
 
"Rencananya tamat sudah, dan rencanaku  terus  berjalan.  Ia
laksanakan   rencananya   -sudah  berakhir,  Aku  laksanakan
rencanaku -mulai  berputar.  Kebanggaan  tampaknya  penting,
nyatanya  hanya  sementara.  Hidup  memakan, berakhir dengan
dimakan.  Ketika  aku  katakan   hal   ini,   yang   mungkin
dipikirkannya adalah bahwa aku suka merusak kesenangan orang
lain."
 
Catatan
 
Kisah yang hampir serupa ditemukan juga dalam  karya  Attar,
Kitab  Ketuhanan,  meskipun penerapannya agak berbeda. Versi
ini dikisahkan  oleh  seorang  darwis  Bokhara  dekat  makam
Al-Syah,  yakni  Bahaudin  Naqsibandi, enam puluh tahun yang
lalu.  Sumbernya  adalah  buku  catatan  seorang  Sufi  yang
disimpan dalam Masjid Agung di Jalalabad.

No comments:

Post a Comment

Assalamualaikum.. Temen2 jangan lupa Komentar na ^_^