Pages

Ads 468x60px

Kisah A P I


Pada   zaman   dahulu  ada  seorang  yang  merenungkan  cara
bekerjanya   Alam,  dan  karena  ketekunan  dan   percobaan-
percobaannya, akhirnya ia menemukan bagaimana api diciptakan.

Orang itu bernama Nur. Ia memutuskan  untuk  berkelana  dari
satu negeri ke lain negeri, menunjukkan kepada rakyat banyak
tentang penemuannya.

Nur  menyampaikan  rahasianya  itu   kepada   berbagai-bagai
kelompok   masyarakat.   Beberapa   di  antaranya  ada  yang
memanfaatkan pengetahuan itu. Yang lain mengusirnya, mengira
bahwa  ia  mungkin berbahaya, sebelum mereka mempunyai waktu
cukup untuk mengetahui betapa berharganya penemuan itu  bagi
mereka.   Akhirnya,  sekelompok  orang  yang  menyaksikannya
memamerkan  cara  pembuatan  api  menjadi  begitu  ketakutan
sehingga mereka menangkapnya dan kemudian membunuhnya, yakin
bahwa ia setan.

Abad demi abad berlalu. Bangsa pertama yang belajar  tentang
api  telah  menyimpan  rahasia  itu untuk para pendeta, yang
tetap berada dalam kekayaan dan kekuasaan, sementara  rakyat
kedinginan.

Bangsa  kedua melupakan cara itu, dan malah memuja alat-alat
untuk membuatnya. Bangsa  yang  ketiga  memuja  patung  yang
menyerupai  Nur, sebab ialah yang telah mengajarkan hal itu.
Yang  keempat  tetap  menyimpan  kisah  api  dalam  kumpulan
dongengnya:  ada  yang  percaya, ada yang tidak. Bangsa yang
kelima  benar-benar  mempergunakan   api,   dan   itu   bisa
menghangatkan    mereka,   menanak   makanan   mereka,   dan
mempergunakannya untuk membuat alat-alat yang  berguna  bagi
mereka.

Setelah  berpuluh-puluh tahun lamanya, seorang bijaksana dan
beberapa   pengikutnya   mengadakan    perjalanan    melalui
negeri-negeri   bangsa-bangsa   tadi.   Para   pengikut  itu
tercengang melihat bermacam-macamnya upacara yang  dilakukan
bangsa-bangsa  itu;  dan  mereka pun berkata kepada gurunya,
"Tetapi  semua  kegiatan  itu  nyatanya   berkaitan   dengan
pembuatan  api,  bukan yang lain. Kita harus mengubah mereka
itu!"

Sang  Guru  menjawab,  "Baiklah.  Kita  akan  memulai   lagi
perjalanan  ini.  Pada  akhir  perjalanan nanti, mereka yang
masih bertahan  akan  mengetahui  masalah  kebenarannya  dan
bagaimana mendekatinya."

Ketika  mereka sampai pada bangsa yang pertama rombongan itu
diterima dengan suka hati. Para  pendeta  mengundang  mereka
menghadiri  upacara  keagamaan,  yakni pembuatan api. Ketika
upacara selesai, dan bangsa itu sedang  mengagumi  apa  yang
mereka  saksikan,  guru  itu  berkata,  "Apa  ada yang ingin
mengatakan sesuatu?"

Pengikut pertama berkata, "Demi Kebenaran, saya merasa harus
menyampaikan sesuatu kepada rakyat ini."

"Kalau   kau   mau  melakukannya  atas  tanggungan  sendiri,
silahkan saja," kata gurunya.

Dan pengikut pertama  itupun  melangkah  ke  muka  kehadapan
pemimpin  bangsa  dan  para  pendeta itu, lalu katanya, "Aku
bisa  membuat  keajaiban   yang   kalian   katakan   sebagai
perwujudan  kekuatan  dewa  itu. Kalau aku kerjakan hal itu,
maukah  kalian  menerima  kenyataan   bahwa   bertahun-tahun
lamanya kalian telah tersesat?"

Tetapi  para pendeta itu berteriak, "Tangkap dia!" dan orang
itu pun dibawa pergi, tak pernah muncul kembali.

Para musafir  itu  melanjutkan  perjalanan,  dan  sampai  di
negeri bangsa yang kedua dan memuja alat-alat pembuatan api.
Ada lagi seorang pengikut  yang  memberanikan  diri  mencoba
menyehatkan akal bangsa itu.

Dengan  izin  gurunya  ia  berkata,  "Saya  mohon izin untuk
berbicara kepada kalian semua sebagai bangsa  yang  berakal.
Kalian  memuja  alat-alat  untuk  membuat sesuatu, dan bukan
hasil  pembuatan  itu.  Dengan   demikian   kalian   menunda
kegunaannya.  Saya  tahu  kenyataan  yang  mendasari upacara
ini."

Bangsa itu terdiri  dari  orang-orang  yang  lebih  berakal.
Tetapi  mereka  berkata  kepada pengikut kedua itu, "Saudara
diterima baik sebagai musafir  dan  orang  asing  di  antara
kami. Tetapi, sebagai orang asing, yang tak mengenal sejarah
dan adat kami, Saudara tak memahami apa yang kami  kerjakan.
Saudara berbuat kesalahan. Barangkali Saudara malah berusaha
membuang atau mengganti agama kami. Karena  itu  kami  tidak
mau mendengarkan Saudara."

Para musafir itu pun melanjutkan perjalanan.

Ketika  mereka  sarnpai  ke  negeri  bangsa  ke tiga, mereka
menyaksikan di depan setiap  rumah  terpancang  patung  Nur,
orang  pertama  yang  membuat  api.  Pengikut ketiga berkata
kepada pemimpin besar itu.

"Patung itu melambangkan orang, yang melambangkan kemampuan,
yang bisa dipergunakan."

"Mungkin  begitu,"  jawab para pemuja Nur, "tetapi yang bisa
menembus rahasia sejati hanya beberapa orang saja."

"Hanya bagi beberapa orang yang  mau  mengerti,  bukan  bagi
mereka  yang  menolak  menghadapi  kenyataan," kata pengikut
ketiga itu.

"Itu bid'ah kepangkatan, dan berasal dari orang yang  bahkan
tak  bisa  mempergunakan bahasa kami secara benar, dan bukan
pendeta  yang   ditahbiskan   menurut   adat   kami,"   kata
pendeta-pendeta   itu.   Dan  pengikut  darwis  itupun  bisa
melanjutkan usahanya.

Musafir itu melanjutkan perjalanannya, dan sampai di  negeri
bangsa   keempat.   Kini  pengikut  keempat  maju  ke  depan
kerumunan orang.

"Kisah pembuatan api itu  benar,  dan  saya  tahu  bagaimana
melaksanakannya," katanya.

Kekacauan  timbul  dalam  bangsa  itu, yang terpecah menjadi
beberapa kelompok.  Beberapa  orang  berkata,  "Itu  mungkin
benar,  dan  kalau  memang  demikian,  kita ingin mengetahui
bagaimana cara membuat api." Ketika  orang-orang  ini  diuji
oleh  Sang  Guru  dan  pengikutnya,  ternyata sebagian besar
ingin bisa membuat api untuk kepentingan sendiri  saja,  dan
tidak   menyadari   bahwa   bisa  bermanfaat  bagi  kemajuan
kemanusiaan.  Begitu  dalamnya  dongeng-dongeng  keliru  itu
merasuk  ke  dalam  pikiran  orang-orang itu sehingga mereka
yang mengira dirinya  mewakili  kebenaran  sering  merupakan
orang-orang  yang  goyah,  yang  tidak akan juga membuat api
bahkan setelah diberi tahu caranya.

Ada kelompok lain yang berkata,  "jelas  dongeng  itu  tidak
benar.  Orang  itu  hanya  berusaha  membodohi kita, agar ia
mendapat kedudukan di sini."

Dan kelompok lain lagi berkata, "Kita lebih suka dongeng itu
tetap saja begitu, sebab ialah menjadi dasar keutuhan bangsa
kita.  Kalau  kita  tinggalkan  dongeng  itu,  dan  kemudian
ternyata  penafsiran  baru  itu tak ada gunanya, apa jadinya
dengan bangsa kita ini?"

Dan masih banyak lagi pendapat di kalangan mereka.

Rombongan itu pun bergerak lagi,  sampai  ke  negeri  bangsa
yang  kelima;  di  sana pembuatan api dilakukan sehari-hari,
dan orang-orang juga sibuk melakukan hal-hal lain.

Sang Guru berkata kepada pengikut-pengikutnya,

"Kalian harus belajar cara  mengajar,  sebab  manusia  tidak
ingin  diajar.  Dan sebelumnya, kalian harus mengajar mereka
bahwa masih ada  saja  hal  yang  harus  dipelajari.  Mereka
membayangkan  bahwa mereka siap belajar. Tetapi mereka ingin
mempelajari apa  yang  mereka  bayangkan  harus  dipelajari,
bukan  apa  yang  pertama-tama  harus mereka pelajari. Kalau
kalian  telah  mempelajari  ini  semua,  kalian  baru   bisa
mengatur cara mengajar. Pengetahuan tanpa kemampuan istimewa
untuk  mengajarkannya  tidak  sama  dengan  pengetahuan  dan
kemampuan."

Catatan

Untuk  menjawab  pertanyaan "Apakah orang barbar itu?" Ahmad
al-Badawi (meninggal tahun 1276) berkata,

"Seorang barbar adalah manusia  yang  daya  pahamnya  begitu
tumpul  sehingga  ia mengira bisa mengerti dengan memikirkan
atau   merasakan   sesuatu   yang   hanya   dipahami   lewat
pengembangan  dan  penerapan  terus-menerus  terhadap  usaha
mencapai Tuhan.

Manusia menertawakan Musa  dan  Yesus,  atau  karena  mereka
sangat  tumpul, atau karena mereka telah menyembunyikan diri
mereka sendiri apa yang dimaksudkan mereka itu ketika mereka
berbicara dan bertindak."

Menurut  cerita  darwis,  ia dituduh menyebarkan Kristen dan
orang Islam, tetapi ditolak oleh orang-orang Kristen  karena
menolak dogma Kristen lebih lanjut secara harafiah.

Ia pendiri kaum Badawi Mesir.

Ketika Air Tiada


Pada zaman dahulu,  Kidir,  Guru  Musa,  memberi  peringatan
kepada  manusia.  Pada  hari  tertentu,  katanya,  semua air
didunia yang  tidak  disimpan  secara  khusus  akan  lenyap.
Sebagai  gantinya  akan  ada air baru, yang mengubah manusia
menjadi gila.

Hanya  seorang  yang  menangkap  makna  peringatan  itu.  Ia
mengumpulkan  air  dan  menyimpannya  di  tempat  yang aman.
Ditunggunya saat yang di sebut-sebut itu.

Pada  hari  yang  dipastikan  itu,  sungai-sungai   berhenti
mengalir, sumur-sumur mengering. Melihat kejadian itu, orang
yang  menangkap  makna  peringatan  itupun  pergi   ketempat
penyimpanan dan meminum airnya.

Ketika  dari  tempat persembunyiannya itu ia menyaksikan air
terjun kembali memuntahkan air, orang itu pun  menggabungkan
dirinya kembali dengan orang-orang lain. Ternyata mereka itu
kini berpikir dan berbicara dengan  cara  sama  sekali  lain
dari  sebelumnya;  mereka  tidak  ingat lagi apa yang pernah
terjadi, juga tidak ingat sama sekali bahwa pernah  mendapat
peringatan.   Ketika  orang  itu  mencoba  berbicara  dengan
mereka,   ia   menyadari   bahwa   ternyata   mereka   telah
menganggapnya  gila.  Terhadapnya,  mereka  menunjukkan rasa
benci atau kasihan, bukan pengertian.

Mula-mula orang itu tidak mau minum air  yang  baru;  setiap
hari   ia   pergi  ke  tempat  persembunyiannya,  minum  air
simpanannya. Tetapi, akhirnya ia  memutuskan  untuk  meminum
saja  air  baru itu; ia tidak tahan lagi menderita kesunyian
hidup; tindakan dan pikirannya sama  sekali  berbeda  dengan
orang-orang  lain.  Ia  meminum  air  baru  itu, dan menjadi
seperti yang lain-lain. Ia pun  sama  sekali  melupakan  air
simpanannya,  dan rekan rekannya mulai menganggapnya sebagai
orang yang baru saja waras dari sakit gila.

Catatan

Orang yang dianggap menciptakan kisah ini, Dhun-Nun, seorang
Mesir   (meninggal  tahun  860),  selalu  dihubung-hubungkan
dengan suatu bentuk Perserikatan Rahasia.  Ia  adalah  tokoh
paling  awal  dalam  sejarah Kaum Darwis Malamati, yang oleh
para ahli Barat sering dianggap memiliki persamaan yang erat
dengan keahlian anggota Persekutuan Rahasia. Konon, Dhun-Nun
berhasil menemukan arti hieroglip Firaun.

Versi ini dikisahkan  oleh  Sayid  Sabir  Ali-Syah,  seorang
ulama Kaum Chishti, yang meninggal tahun 1818.

Anjingn Tongkat dan Sufi


Pada   suatu  hari  seorang  yang  berpakaian  sebagai  Sufi
berjalan-jalan; ia melihat seekor anjing di  jalan;  ia  pun
memukulnya   dengan  tongkat.  Si  Anjing,  sambil  melolong
kesakitan, berlari  menuju  Abu  Said,  Sang  Ulama.  Anjing
itupun  menjatuhkan  dirinya  dekat  kaki  Sang Ulama sambil
memegang moncongnya yang terluka; ia mohon  keadilan  karena
telah diperlakukan secara kejam oleh sufi itu.

Abu  Said  mempertemukan keduanya. Kepada Sufi dikatakannya,
"O Saudara yang seenaknya, kenapa  kau  perlakukan  binatang
dungu ini sekasar itu! Lihat akibatperbuatanmu!"

Sang  Sufi  menjawab,"itu  sama  sekali  bukan salahku, tapi
salahnya Saya tidak memukulnya tanpa alasan, saya memukulnya
karena ia mengotori jubahku."

Tetapi Si Anjing tetap menyampaikan keluhannya.

Kemudian  Sang Bijaksana berbicara kepada Anjing, "Dari pada
menunggu Ganti Rugi Akhirat, baiklah saya berikan ganti rugi
bagi rasa sakitmu itu."

Si  Anjing  berkata,  "Sang Agung dan Bijaksana! Ketika saya
melihat orang ini berpakaian  sebagai  Sufi,  saya  berfikir
bahwa  ia  tak  akan menyakiti saya. Seandainya saya melihat
orang yang berpakaian biasa saja, tentunya akan saya berikan
keleluasaan padanya untuk lewat. Kesalahan utama saya adalah
menganggap  bahwa  pakaian   orang   suci   itu   menandakan
keselamatan.  Apabila  Tuan  ingin  menghukumnya,  rampaslah
pakaian  Sufinya  itu.  Campakkan  dia  dari  pakaian   Kaum
Terpilih Pencari Kebenaran ..."

Anjing  itu  sendiri  berada suatu Tahap dalam Jalan. Sangat
keliru kalau kita beranggapan bahwa manusia harus lebih baik
darinya.

Catatan

"Penciptaan keadaan" yang disini ditampilkan oleh jubah Sufi
sering disalahtafsirkan oleh kaum  kebatinan  dan  keagamaan
apa  saja sebagai sesuatu yang berhubungan dengan pengalaman
dari kegunaan nyata.

Kisah ini, dari buku Attar Ilahi-Nama, sering  diulang-ulang
oleh para Sufi "Jalan Salah," dan dianggap ciptaan Hamdun Si
Pemutih Kain, pada abad kesembilan.

Anjing dan Keledai


Seorang  yang  baru  saja  menemukan  cara   memahami   arti
suara-suara  yang  dikeluarkan binatang, pada suatu berjalan
sepanjang lorong di desa.

Dilihatnya seekor keledai, yang baru saja meringkik  dan  di
sampingnya ada seekor anjing, menyalak-nyalak sekeras-keras-
nya.

Ketika  orang  itu  semakin  dekat,  arti  pertukaran  suara
binatang itu bisa ditangkapnya.

"Uh,  bosan!  Kau  ngomong  saja  tentang  rumput dan padang
rumput  yang  kering  bisa  dipergunakan  sebagai  pengganti
daging," katanya menyela.

Kedua  binatang  itu  memandangnya  sejenak. Anjing menyalak
keras-keras sehingga suara  orang  itu  tak  terdengar  sama
sekali;  dan  keledai menyepak dengan kaki belakangnya tepat
mengenai orang itu sampai kelenger.

Kemudian kedua binatang kembali adu mulut.

Catatan

Kisah ini, yang menyerupai kisah Rumi,  adalah  fabel  dalam
kumpulan kisah Majnun Qalandar, yang mengembara selama empat
puluh tahun pada abad ketiga belas, membacakan kisah nasehat
di   pasar-pasar.   Beberapa   orang   mengatakan  bahwa  ia
benar-benar gila (seperti yang  ditunjukkan  oleh  namanya);
orang-orang   lain  beranggapan  bahwa  ia  merupakan  salah
seorang di antara "Orang-orang yang  berubah"--  yang  telah
mengembangkan pengertian adanya hubungan antara benda-benda,
yang oleh orang-orang biasa dianggap terpisah.

Anak Katak yang Sombong dan Anak Lembu


Di tengah padang rumput yang sangat luas, terdapat sebuah kolam yang dihuni oleh berpuluh-puluh katak. Diantara katak-katak tersebut ada satu anak katak yang bernama Kenthus, dia adalah anak katak yang paling besar dan kuat. Karena kelebihannya itu, Kenthus menjadi sangat sombong. Dia merasa kalau tidak ada anak katak lainnya yang dapat mengalahkannya.
 
Sebenarnya kakak Kenthus sudah sering menasehati agar Kentus tidak bersikap sombong pada teman-temannya yang lain. Tetapi nasehat kakaknya tersebut tidak pernah dihiraukannya. Hal ini yang menyebabkan teman-temannya mulai menghindarinya, hingga Kenthus tidak mempunyai teman bermain lagi.
 
Pada suatu pagi, Kenthus berlatih melompat di padang rumput. Ketika itu juga ada seekor anak lembu yang sedang bermain di situ. Sesekali, anak lembu itu mendekati ibunya untuk menyedot susu. Anak lembu itu gembira sekali, dia berlari-lari sambil sesekali menyenggok rumput yang segar. Secara tidak sengaja, lidah anak sapi yang dijulurkan terkena tubuh si Kenthus.

Air Sorga Kisah Sufi


 Haris    seorang   Badawi,   dan   istrinya   Nafisa   hidup
berpindah-pindah tempat membawa tendanya yang tua. Dicarinya
tempat-tempat  yang ditumbuhi beberapa kurma, rumputan untuk
untanya, atau yang mengandung sumber air betapapun kotornya.
Kehidupan semacam itu telah dijalani bertahun-tahun lamanya,
dan  Haris  jarang  sekali   melakukan   sesuatu   di   luar
kebiasaannya.   Ia   biasa   menjerat  tikus  untuk  diambil
kulitnya, dan memintal tali dari serat pohon kurma untuk  di
jual kepada kafilah yang lewat.

Menjelajah Peninggalan Rasulullah SAW


Eksklusif Peninggalan Rasulullah SAW


The Blessed Shirt of Prophet Muhammad SAW


The Blessed Shirt of Prophet Muhammad SAW (Bagian dari baju gamis Nabi SAW yang sudah sobek)

Kisah Darwis dan Ahli Bahasa


AHLI BAHASA DAN DARWIS

Pada  suatu  malam  kelam  seorang  darwis berjalan melewati
sebuah sumur kering ketika ia mendengar jerit  minta  tolong
dari dasar sumur itu. "Ada apa?"

"Saya  seorang ahli tata bahasa; karena tak tahu jalan, saya
terperosok ke sumur ini; sekarang saya tidak  bisa  bergerak
sama sekali," jawab orang itu.

"Tenang,  bung,  biar  saya  cari tangga bersama tali," kata
darwis itu.

"Tunggu dulu!" kata  Si  Ahli  Tatabahasa.  "Tatabahasa  dan
pilihan katamu keliru; usahakan memperbaikinya."

"Kalau  hal  itu  memang lebih penting dari yang pokok ini,"
teriak darwis itu, "kau  sebaiknya  tinggal  saja  di  dasar
sumur itu sampai saya bisa benar-benar berbahasa bagus."

Dan ia pun berlalu.

Catatan

Kisah  ini diceritakan oleh Jalaludin Rumi dan dicatat dalam
Tindakan  Para  Mahir  karya  Aflaki.   Kisah   ini   pernah
diterbitkan  di Inggris tahun 1965 dengan judul Dongeng Para
Sufi; kisah tentang Mevlevis  dan  tindakan-tindakannya  ini
ditulis pada abad ke empat belas.

Beberapa  kisahnya  sekedar  berupa  cerita aneh, namun yang
lain mempunyai nilai sejarah: dan  beberapa  lagi  merupakan
jenis  aneh  yang  oleh  para  Sufi dikenal sebagai "sejarah
penjelasan,"  yakni  serangkaian  kejadian   disusun   untuk
menunjukkan makna yang berkaitan dengan proses psikologis.

Berdasarkan  hal  itu, kisah-kisah itu disebut "Keterampilan
Ilmuwan Darwis."

Kisah Istana Bunga

Dahulu kala, hiduplah raja dan ratu yang kejam. Keduanya suka berfoya-foya dan menindas rakyat miskin. Raja dan Ratu ini mempunyai putra dan putri yang baik hati. Sifat mereka sangat berbeda dengan kedua orangtua mereka itu. Pangeran Aji Lesmana dan Puteri Rauna selalu menolong rakyat yang kesusahan. Keduanya suka menolong rakyatnya yang memerlukan bantuan. Suatu hari, Pangeran Aji Lesmana marah pada ayah bundanya,  "Ayah dan Ibu jahat.Mengapa menyusahkan orang miskin?!"
Raja dan Ratu sangat marah mendengar perkataan putra mereka itu.
"Jangan mengatur orangtua! Karena kau telah berbuat salah, aku akan menghukummu.Pergilah dari istana ini!" usir Raja.
Pangeran Aji Lesmana tidak terkejut. Justru Puteri Rauna yang tersentak, lalu menangis memohon kepada ayah bundamya, "Jangan, usir Kakak! Jika Kakak harus pergi, saya pun pergi!"

Raja dan Ratu sedang naik pitam. Mereka membiarkan Puteri Rauna pergi mengikuti kakaknya. Mereka mengembara. Menyamar menjadi orang biasa. Mengubah nama menjadi Kusmantoro dan Kusmantari. Mereka pun mencari guru untuk mendapat ilmu. Mereka ingin menggunakan ilmu itu untuk menyadarkan kedua orangtua mereka. Keduanya sampai di sebuah gubug. Rumah itu dihuni oleh seorang kakek yang sudah sangat tua. Kakek sakti itu dulu pernah menjadi guru kakek mereka. Mereka mencoba mengetuk pintu.
"Silakan masuk, Anak Muda," sambut kakek renta yang sudah tahu kalau mereka adalah cucu-cucu bekas muridnya. Namun kakek itu sengaja pura-pura tak tahu. Kusmantoro mengutarakan maksudnya,  "Kami, kakak beradik yatim piatu. Kami ingin berguru pada Panembahan."

Kakek sakti bernama Panembahan Manraba itu tersenyum mendengar kebohongan Kusmantoro. Namun karena kebijakannya, Panembahan Manraba menerima keduanya menjadi muridnya.
Panembahan Manraba menurunkan ilmu-ilmu kerohanian dan kanuragan pada Kusmantoro dan Kusmantari. Keduanya ternyata cukup berbakat. Dengan cepat mereka menguasai ilmu-ilmu yang diajarkan. Berbulan-bulan mereka digembleng guru bijaksana dan sakti itu.
Suatu malam Panembahan memanggil mereka berdua. "Anakku, Kusmantoro dan Kusmantari. Untuk sementara sudah cukup kalian berguru di sini. Ilmu-ilmu lainnya akan kuberikan setelah kalian melaksanakan satu amalan."

Kisah Munculnya Naga di Sungai Kandangan


Kisah Naga di Sungai Kandangan
Hulu Sungai Selatan (Kalimantan Selatan)
Penulis by Muhammad Hamdani, SHI


K
isah ini berasal dari  masyarakat kota Kandangan Kabupaten Hulu Sungai Selatan Provinsi Kalimantan Selatan, Masyarakat disana rata-rata hampir mengetahui kisah keberadaan sang Naga penghuni sungai Kandangan. Penulis sendiri lahir di desa Simpur kota Kandangan, sehingga sedikit banyak mengetahui kisah tersebut, dan ingin berbagi cerita kepada teman-teman semua untuk lebih mengenal kisah daerah langsung dari Kota Kandangan.

Konon di sungai Kandangan , dulu ada sebuah jembatan gantung dan dibawahnya dipercaya ada sebuah liang Naga, sehingga tidak ada satupun tiang jembatan yang bisa dibangun sampai sekarang, dan konon juga air sungai tersebut tidak pernah kering.

Kisah ini bermula, ada sepasang suami istri yang ketika itu mencari ikan di sungai dengan cara tradisional yaitu “tangguk”, mereka menangguk ikan-ikan tersebut untuk keperluan hidup sehari-hari.

Namun suatu ketika, mereka mendapatkan dua butir telur yang sangat besar, mereka kebingungan karena itu jelas bukan telur yang wajar. Mereka membuang telur itu dan pindah ketempat lain untuk encari ikan, tapi apa yang didapat? Ternyata itu dua butir telur yang serupa, sungguh aneh tapi karena bujukan/rayuan sang istri sebab hari itu mereka tidak mendapatkan ikan, maka telur tersebut akhirnya dibawa pulang kerumah, dan berniat untuk memakannya saat malam hari, tanpa memberitahukan anak mereka.

Saat malam hari, sepasang suami istri tersebut merebus dua butir telur itu dan memakannya tanpa fikir panjang, tiba-tiba setelah memakan telur itu, seluruh tubuh mereka tumbuh sisik dan membesar sehingga rumah mereka tidak sanggup menahan pertumbuhan tubuh mereka, kemudian pintu depan rumah mereka dihancurkan untuk keluar dan meloloskan diri, dengan tali blaran mereka langsung pergi kesungai, dan pada saat itu banyak masyarakat sekitar mengetahui peristiwa itu termasuk anak mereka.

Mereka menjadi siluman jadi-jadian, namun disungai tersebut masih ada satu kehidupan yaitu naga asli yang menghuni, akhirnya naga tersebut terjadi perselisihan antara naga jadi-jadian, memperebutkan alam mereka masing-masing, naga asli menantang duel apabila kalah maka akan pergi jauh meninggalkan sungai tersebut untuk selamanya.

Setelah itu naga sepasang suami istri tersebut, meminta anaknya untuk dibuatkan tanduk seperti naga asli, dan berpesan kepada anaknya kalau dalam pertarungan seandainya darah berwarna biru yang keluar itu berarti naga yang asli kalah tapi apabila darah tersebut berwarna merah berarti orang tuanya kalah, akhirnya waktu duel pun terjadi, dan darah yang keluar ternyata berwarna merah, maka dapat diketahui pemenangnya adalah naga yang asli, maka sesuai perjanjian naga yang kalah akan pergi jauh meninggalkan tempat itu.

Peristiwa tersebut menjadi kisah dari dulu sampai sekarang, bahkan keturunan-keturunan dari anak mereka sampai saat ini masih hidup dan konon katanya salah satu dari keturunannya pernah didatangi oleh naga tersebut namun dalam wujud lain yang sangat kecil pada malam hari. Demikianlah kisah ini, untuk membuktikannya Allahualam bissawab, hanya Allah yang Maha Tahu.


http://hamdanisekumpul.blogspot.com