Pages

Ads 468x60px

Foto Sejarah Kapal Nabi Nuh As

Foto Kapal Nabi Nuh Di Gunung Ararat – Berikut ini merupakan kumpulan dari foto foto kapal nabi nuh yang terdapat dipuncak gunung ararat. Awal informasi tahun 1960, berita dalam Life Magazine: Pesawat Tentara Nasional Turki menangkap sebuah benda mirip perahu di puncak gunung Ararat yang panjangnya 500 kaki (150 meter) yang diduga perahu Nabi Nuh AS (The Noah’s Ark)

Kapal Nabi Nuh Di Gunung Ararat
1. Berita kapal nabi nuh tahun 1960
2. Ini dia lokasinya di bukti Arafat.

3. Situs Kapal Nabi Nuh sebelum dibersihkan

4. Pengukuran di Atas Perahu


5. Struktur Perahu menurut para arkeolog yang menemukannya

6. Ini dia lebih jelasnya

7. Setelah dibersihkan, beginilah bentuk Asli Perahu Nabi Nuh AS yang kuno tapi canggih. Di dalam perahu inilah sedikit umat Nabi Nuh AS diselamatkan Allah SWT dari banjir dahsyat setinggi gunung dan ratusan pasang binatang ikut serta didalamnya.
8. Gambaran suasana terjadinya banjir dalam Injil yang terjadi pada tahun 1300 BC (Sebelum Masehi). Sekitar 25 tahun sebelum zaman Nabi Musa AS atau 1.300 tahun sebelum kelahiran Nabi Isa AS. Lihat perbandingan ukuran perahu dengan Pesawar Modern Jumbo 747.

Cara Bijak Saat Menjelang Kematian

Apabila keadaan si sakit sudah berakhir dan memasuki pintu maut --yakni saat-saat meninggalkan dunia dan menghadapi akhirat, yang diistilahkan dengan ihtidhar  (detik-detik kematian/kedatangan tanda-tanda kematian)-- maka seyogianya keluarganya yang tercinta mengajarinya atau menuntunnya mengucapkan kalimat “laa ilaa ha illallah (Tidak ada tuhan [yang berhak disembah] selain Allah) yang merupakan kalimat tauhid, kalimat ikhlas, dan kalimat takwa, juga merupakan perkataan paling utama yang diucapkan Nabi Muhammad saw. dan nabi-nabi sebelumnya.

Kalimat inilah yang digunakan seorang muslim untuk memasuki kehidupan dunia  ketika ia dilahirkan dan diazankan di telinganya (bagi yang berpendapat demikian;  Penj.), dan kalimat ini pula yang ia pergunakan untuk mengakhiri kehidupan di dunia. Jadi, dia menghadapi atau memasuki kehidupan dengan kalimat tauhid dan meninggalkan kehidupan pun dengan kalimat tauhid.

Mancicipi Air Surga

Haris    seorang   Badawi,   dan   istrinya   Nafisa   hidup
berpindah-pindah tempat membawa tendanya yang tua. Dicarinya
tempat-tempat  yang ditumbuhi beberapa kurma, rumputan untuk
untanya, atau yang mengandung sumber air betapapun kotornya.
Kehidupan semacam itu telah dijalani bertahun-tahun lamanya,
dan  Haris  jarang  sekali   melakukan   sesuatu   di   luar
kebiasaannya.   Ia   biasa   menjerat  tikus  untuk  diambil
kulitnya, dan memintal tali dari serat pohon kurma untuk  di
jual kepada kafilah yang lewat.

Kisah Semut dan Capung

 
Seekor semut yang pikirannya tersusun dalam rencana teratur,
sedang   mencari-cari  madu  ketika  seekor  capung  hinggap
menghisap madu dari bunga  itu.  Capung  itu  melesat  pergi
untuk kemudian datang kembali.
 
Kali ini Si Semut berkata,
 
"Kau  ini  hidup  tanpa  usaha,  dan  kau tak punya rencana.
Karena kau tak punya tujuan  nyata  ataupun  kira-kira,  apa
pula ciri utama hidupmu dan kapan pula berakhir?"
 
Kata Si Capung,
 
"Aku  bahagia, dan aku mencari kesenangan, ini jelas ada dan
nyata. Tujuanku adalah tanpa tujuan. Kau boleh  merencanakan
sekehendakmu; kau tak bisa meyakinkanku bahwa ada yang lebih
berharga daripada yang  kulakukan  ini.  Kaulaksanakan  saja
rencanamu, dan aku rencanaku."
 
Semut berpikir,
 
"Yang tampak padaku ternyata tak tampak olehnya. Ia tahu apa
yang terjadi pada semut. Aku  tahu  apa  yang  terjadi  pada
capung. Ia laksanakan rencananya, aku laksanakan rencanaku."
 
Dan  semutpun  berlalu,  sebab  ia  telah memberikan teguran
sebaik-baiknya dalam masalah itu.
 
Beberapa waktu sesudah itu, mereka pun bertemu lagi.
 
Si Semut menemukan kedai tukang daging, dan  ia  berdiri  di
bawah  meja  tumpuan  daging dengan bijaksana, menunggu saja
apa yang mungkin datang padanya.
 
Si Capung, yang melihat daging merah dari atas, menukik  dan
hinggap  diatasnya. Pada saat itu pula, parang tukang daging
berayun dan membelah capung itu menjadi dua.
 
Separoh tubuhnya jatuh  di  lantai  dekat  kaki  semut  itu.
Sambil  menangkap  bangkai  itu  dan  mulai  menyeretnya  ke
sarang, semut itu berkata kepada dirinya sendiri.
 
"Rencananya tamat sudah, dan rencanaku  terus  berjalan.  Ia
laksanakan   rencananya   -sudah  berakhir,  Aku  laksanakan
rencanaku -mulai  berputar.  Kebanggaan  tampaknya  penting,
nyatanya  hanya  sementara.  Hidup  memakan, berakhir dengan
dimakan.  Ketika  aku  katakan   hal   ini,   yang   mungkin
dipikirkannya adalah bahwa aku suka merusak kesenangan orang
lain."
 
Catatan
 
Kisah yang hampir serupa ditemukan juga dalam  karya  Attar,
Kitab  Ketuhanan,  meskipun penerapannya agak berbeda. Versi
ini dikisahkan  oleh  seorang  darwis  Bokhara  dekat  makam
Al-Syah,  yakni  Bahaudin  Naqsibandi, enam puluh tahun yang
lalu.  Sumbernya  adalah  buku  catatan  seorang  Sufi  yang
disimpan dalam Masjid Agung di Jalalabad.

Sunnah Membaca Do’a dan Dzikir PadaNya


Dalam rangka menjaga sunnah agar tetap dikenal dan diamalkan di tengah-tengah masyarakat yg dengannya Islam tetap eksis.Walaupun tidak mungkin bagi kita utk mengamalkan seluruh sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam secara utuh. Dikarenakan kelemahan yg ada pada diri kita. Akan tetapi yg diharapkan dan dituntut dari kita adl kesemangatan dan upaya yg kuat utk melaksanakannya. Meskipun amalan tersebut hukumnya mustahab/tidak wajib tetap jangan sampai ditinggalkan. Semaksimal mungkin kita berusaha mengamalkannya dgn meminta pertolongan kepada Allah. Karena yg namanya mustahab itu bukan berarti utk ditinggalkan akan tetapi dianjurkan utk diamalkan.

Kisah Si Lumpuh Dan Si Buta

Pada suatu hari seorang lumpuh pergi ke  sebuah  warung  dan
duduk  disamping  seseorang  yang  sudah  sejak tadi disana.
"Saya tidak bisa datang ke pesta Sultan,"  keluhnya,  karena
kakiku yang lumpuh sebelah ini aku tak bisa berjalan ceapat."

Orang  disebelahnya  itu  mengangkat kepalanya. "Saya pun di
undang,"  katanya,  "tetapi  keadaanku  lebih   buruk   dari
Saudara.  Saya  buta,  dan  tak bisa melihat jalan, meskipun
saya juga diundang."

Mesjid Mesjid di Afrika

http://haqaonline.lightuponlight.com/pg/albums/userpics/10001/ghana_mosque.jpg
http://www.missionislam.com/islamicart/mosques/images/mosq%20mud%20mopti%20mali_jpg.jpg
http://darulislam.info/modules/gallery/albums/Mosque-Around-the-World/Mosque_in_Senegal.jpg
http://haqaonline.lightuponlight.com/pg/albums/userpics/10001/Masjid_in_Africa.jpg

Positif di Lihat dari Kacamata Ulama

Dalam pandangan Islam, manusia itu pada dasarnya adalah makhluk suci, dilahirkan dalam keadaan suci, dan bisa kembali lagi pada kesuciannya.
Pandangan tersebut merupakan pandangan yang sangat positif dan optimistik tentang manusia. Allah swt. dalam Al-Quran menyebut manusia sebagai makhluk yang paling baik atau paling sempurna. “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia itu dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” [Q.S. At-Tin (95): 4]
Islam juga mengakui bahwa manusia adalah makhluk yang diberi kemuliaan. “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri merek rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah kami ciptakan.”

Ketika Abu Nawas Mati

Baginda Raja pulang ke istana dan langsung memerintahkan para prajuritnya menangkap Abu Nawas. Tetapi Abu Nawas telah hilang entah kemana karena ia tahu sedang diburu para prajurit kerajaan. Dan setelah ia tahu para prajurit kerajaan sudah meninggalkan rumahnya, Abu Nawas baru berani pulang ke rumah.

"Suamiku, para prajurit kerajaan tadi pagi mencarimu."
"Ya istriku, ini urusan gawat. Aku baru saja menjual Sultan Harun Al Rasyid menjadi budak."
"Apa?"
"Raja kujadikan budak!"
"Kenapa kau lakukan itu suamiku."
"Supaya dia tahu di negerinya ada praktek jual beli budak. Dan jadi budak itu sengsara."
"Sebenarnya maksudmu baik, tapi Baginda pasti marah. Buktinya para prajurit diperintahkan untuk menangkapmu."
"Menurutmu apa yang akan dilakukan Sultan Harun AL Rasyid kepadaku,"
"Pasti kau akan dihukum berat."
"Gawat, aku akan mengerahkan ilmu yang kusimpan."

Taruhan si Abu Nawas

Pada suatu sore ketika Abu Nawas ke warung teh kawan-kawannya sudah berada di situ. Mereka memang sengaja sedang menunggu Abu Nawas.

"Nah ini Abu Nawas datang." kata salah seorang dari mereka.
"Ada apa?" kata Abu Nawas sambil memesan secangkir teh hangat.
"Kami tahu engkau selalu bisa melepaskan diri dari perangkap-perangkap yang dirancang Baginda Raja Harun Al Rasyid. Tetapi kami yakin kali ini engkau pasti dihukum Baginda Raja bila engkau berani melakukannya.", kawan-kawan Abu Nawas membuka percakapan.

"Apa yang harus kutakutkan. Tidak ada sesuatu apapun yang perlu ditakuti kecuali kepada Allah SWT." kata Abu Nawas menentang.
"Selama ini belum pernah ada seorang pun di negeri ini yang berani memantati Baginda Raja Harun Al Rasyid. Bukankah begitu hai Abu Nawas?" tanya kawan Abu Nawas.
"Tentu saja tidak ada yang berani melakukan hal itu karena itu adalah pelecehan yang amat berat hukumannya pasti dipancung." kata Abu Nawas memberitahu.
"Itulah yang ingin kami ketahui darimu. Beranikah engkau melakukannya?"
"Sudah kukatakan bahwa aku hanya takut kepada Allah SWT saja. Sekarang apa taruhannya bila aku bersedia melakukannya?" Abu Nawas ganti bertanya.
"Seratus keping uang emas. Disamping itu Baginda harus tertawa tatkala engkau pantati." kata mereka.

Baginda Menjadi Budak

Kadangkala untuk menunjukkan sesuatu kepada sang Raja, Abu Nawas tidak bisa hanya sekedar melaporkannya secara lisan. Raja harus mengetahuinya dengan mata kepala sendiri, bahwa masih banyak di antara rakyatnya yang hidup sengsara. Ada saja praktek jual beli budak.

Dengan tekad yang amat bulat Abu Nawas merencanakan menjual Baginda Raja. Karena menurut Abu Nawas hanya Baginda Raja yang paling patut untuk dijual. Bukankah selama ini Baginda Raja selalu mempermainkan dirinya dan menyengsarakan pikirannya? Maka sudah sepantasnyalah kalau sekarang giliran Abu Nawas mengerjai Baginda Raja.

Kebijaksanaan dari Toko Sepatu

Nasrudin diundang menghadiri sebuah pesta perkawinan. Sebelumnya, di rumah orang yang mengundang itu, ia pernah kehilangan sendal. Karenanya sekarang ia tidak lagi meninggalkan sepatunya di dekat pintu masuk, tapi menyimpannya di balik jubahnya.

Bersembunyi Dari Pencuri

Suatu malam seorang pencuri membobol rumah Nasruddin. Untung saja Nasruddin melihatnya. Karena takut, dengan cepat Nasruddin bersembunyi di dalam sebuah kotak besar yang terletak di sudut ruangan.

Si pencuri sedang mengaduk-aduk isi rumah Nasruddin mencari uang ataupun barang berharga yang dimiliki Nasruddin. Dia membuka lemari, laci-laci, kolong-kolong, dan lain-lain. la tapi tidak menemukan satu pun barang berharga.

Pencuri itu hampir saja menyerah dan memutuskan untuk keluar dari rumah Nasruddin. Tapi tiba-tiba matanya tertuju pada kotak besar yang terletak di sudut ruangan kamar Nasruddin. Dia sangat senang karena dia yakin dalam kotak itulah disimpan harta benda yang dia cari.

Walaupun kotak itu terkunci kuat dari dalam, tapi dengan kekuatan penuh, pencuri itu berhasil membuka kotak tersebut. Pencuri itu sangat kaget ketika melihat Nasruddin berada di dalam kotak itu. Pencuri itu sangat marah dan berkata, "Hei! Apa yang kau lakukan di dalam situ?"

"Aku bersembunyi darimu," jawab Nasruddin.

"Kenapa?"

"Aku malu, karena aku tak punya apapun yang dapat kuberikan padamu. Itulah alasan mengapa aku bersembunyi dalam kotak ini."

Topeng Dalam Cermin


Cermin adalah untuk melihat fisik diri, tapi setiap kaliku bercermin, aku merasakan aku bukanlah aku.. aku bukanlah diriku.. aku bukanlah sebaik yang orang lihat, sesungguhnya dalam hatiku aku sangat berbeda..
Aku melihat di cermin hanyalah sebuah topeng dengan segala atribut yang kupakai. Aku sedih karena aku

Ketika Iblis Membentangkan Sajadah


Siang menjelang dzuhur. Salah satu Iblis ada di Masjid. Kebetulan hari itu Jum'at, saat berkumpulnya orang. Iblis sudah ada dalam Masjid. Ia tampak begitu khusyuk. Orang mulai berdatangan. Iblis menjelma menjadi ratusan bentuk & masuk dari segala penjuru, lewat jendela, pintu, ventilasi, atau masuk lewat lubang pembuangan air.
Pada setiap orang, Iblis juga masuk lewat telinga, ke dalam syaraf mata, ke dalam urat nadi, lalu menggerakkan denyut jantung setiap para jamaah yang hadir. Iblis juga menempel di setiap sajadah. "Hai, Blis!", panggil Kiai, ketika baru masuk ke Masjid itu. Iblis merasa terusik : "Kau kerjakan saja tugasmu, Kiai. Tidak perlu kau larang-larang saya. Ini hak saya untuk menganggu setiap orang dalam Masjid ini!", jawab Iblis ketus.
"Ini rumah Tuhan, Blis! Tempat yang suci,Kalau kau mau ganggu, kau bisa diluar nanti!", Kiai mencoba mengusir.
"Kiai, hari ini, adalah hari uji coba sistem baru". Kiai tercenung. "Saya sedang menerapkan cara baru, untuk menjerat kaummu". "Dengan apa?"
"Dengan sajadah!"
"Apa yang bisa kau lakukan dengan sajadah, Blis?"
"Pertama, saya akan masuk ke setiap pemilik saham industri sajadah. Mereka akan saya jebak dengan mimpi untung besar. Sehingga, mereka akan tega memeras buruh untuk bekerja dengan upah di bawah UMR, demi keuntungan besar!"
"Ah, itu kan memang cara lama yang sering kau pakai. Tidak ada yang baru,Blis?"
"Bukan itu saja Kiai..."
"Lalu?"
"Saya juga akan masuk pada setiap desainer sajadah. Saya akan menumbuhkan gagasan, agar para desainer itu membuat sajadah yang lebar-lebar"
"Untuk apa?"
"Supaya, saya lebih berpeluang untuk menanamkan rasa egois di setiap kaum yang Kau pimpin, Kiai! Selain itu, Saya akan lebih leluasa, masuk dalam barisan sholat. Dengan sajadah yang lebar maka barisan shaf akan renggang. Dan saya ada dalam kerenganggan itu. Di situ Saya bisa ikut membentangkan sajadah".
Dialog Iblis dan Kiai sesaat terputus. Dua orang datang, dan keduanya membentangkan sajadah. Keduanya berdampingan. Salah satunya, memiliki sajadah yang lebar. Sementara, satu lagi, sajadahnya lebih kecil. Orang yang punya sajadah lebar seenaknya saja membentangkan sajadahnya, tanpa melihat kanan-kirinya. Sementara, orang yang punya sajadah lebih kecil, tidak enak hati jika harus mendesak jamaah lain yang sudah lebih dulu datang. Tanpa berpikir panjang, pemilik sajadah kecil membentangkan saja sajadahnya, sehingga sebagian sajadah yang lebar tertutupi sepertiganya.
Keduanya masih melakukan sholat sunnah.
"Nah, lihat itu Kiai!", Iblis memulai dialog lagi.
"Yang mana?"
"Ada dua orang yang sedang sholat sunnah itu. Mereka punya sajadah yang berbeda ukuran. Lihat sekarang, aku akan masuk diantara mereka".
Iblis lenyap.
Ia sudah masuk ke dalam barisan shaf.
Kiai hanya memperhatikan kedua orang yang sedang melakukan sholat sunah. Kiai akan melihat kebenaran rencana yang dikatakan Iblis sebelumnya. Pemilik sajadah lebar, rukuk. Kemudian sujud. Tetapi, sembari bangun dari sujud, ia membuka sajadahya yang tertumpuk, lalu meletakkan sajadahnya di atas sajadah yang kecil. Hingga sajadah yang kecil kembali berada di bawahnya. Ia kemudian berdiri. Sementara, pemilik sajadah yang lebih kecil, melakukan hal serupa.
Ia juga membuka sajadahnya, karena sajadahnya ditumpuk oleh sajadah yang lebar. Itu berjalan sampai akhir sholat. Bahkan, pada saat sholat wajib juga, kejadian-kejadian itu beberapa kali terihat di beberapa masjid. Orang lebih memilih menjadi di atas, ketimbang menerima di bawah. Di atas sajadah, orang sudah berebut kekuasaan atas lainnya. Siapa yang memiliki sajadah lebar, maka, ia akan meletakkan sajadahnya diatas sajadah yang kecil. Sajadah sudah dijadikan Iblis sebagai pembedaan kelas.
Pemilik sajadah lebar, diindentikan sebagai para pemilik kekayaan, yang setiap saat harus lebih di atas dari pada yang lain. Dan pemilik sajadah kecil, adalah kelas bawah yang setiap saat akan selalu menjadi sub-ordinat dari orang yang berkuasa.
Di atas sajadah, Iblis telah mengajari orang supaya selalu menguasai orang lain.
"Astaghfirullahal adziiiim ", ujar sang Kiai pelan.

Kisah Embun di Daun Semanggi


Alkisah di sebuah istana, Putri Murasaki sedang sakit berat, karena itu Ratu Akashi pun berkenan mengunjunginya. Selama mereka berbincang-bincang, angin musim gugur bertiup, daun semanggi pun berayun-ayun, indah berkilauan diterpa matahari senja.
Tak lama Pangeran Genji datang menghampiri, ia melihat sang putri sedang bangun dan menatapi taman. Pangeran terkejut, dan bertanya, "Duhai Putri apakah engkau baik-baik saja? Senang-kah engkau berbincang dengan sang Ratu?" Putri Murasaki pun tersentuh hatinya karena ucapan sang Pangeran yang penuh kasih. Ia pun membuat sebuah puisi yang menggambarkan dirinya yang tak dapat hidup lebih lama lagi, laksana embun di daun semanggi yang cepat menghilang.
Seraya memandangi pohon semanggi yang berayun-ayun, seperti akan menjatuhkan embun-embunnya, Pangeran Genji membuat balasan untuk puisi itu sambil menitikkan air matanya. Dengan tangan digenggam oleh Ratu, Putri Murasaki mengakhiri hidupnya yang singkat seperti embun menjelang fajar.
Ikhwah fillah rahimakumullah, Kisah diatas adalah sebuah Genji monogatari* dari Jepang. Sebuah kisah yang menggambarkan sosok Putri Murasaki yang usianya begitu singkat, laksana embun-embun di daun semanggi. Di dunia ini bukankah kehidupan kita pun bagaikan embun, ia menghilang ketika fajar menjelang, tidaklah mungkin untuk merubah takdir siapa yang mendahului dan siapa yang ditinggalkan, karena itu semua telah ditakdirkan oleh-Nya.
Dulu (atau sekarang masih?) kalau kita ikut ceramah di masjid-masjid, lalu ustadznya ngomong masalah kematian kadang kita ngedumel, "Nih ustadz, ceramahnya mati melulu, lha masih muda kok diingetin mati sih. Belum nikah bo!!!" Lebih-lebih lagi kalo ustadznya udah nakutin-nakutin, "Ntar kalo mati itu kasurnya tanah, temannya ulat, sendirian, gelap gulita, bla...bla...bla...," pokoknya yang serem-serem, jadi tambah gondok. Dalam hati langsung berkata, "Ih...nih ustadz, reseh banget, pake' nakut-nakutin lagi. Auk ah gelap!!!" Biasanya ustadz-ustadz yang suka ngomongin masalah kematian 'peminatnya' dikit, coba kalo tema ceramahnya tentang pernikahan, cinta, dan yang 'sebangsa' bisa melimpah ruah hingga emperan gedung :-)
Walaupun pernikahan merupakan salah satu sunnah Rasulullah SAW, namun dalam Islam kita juga diingatkan untuk selalu banyak-banyak mengingat kematian, karena orang yang cerdas ialah orang yang mengendalikan dirinya dan bekerja untuk kehidupan setelah kematian.
Mati itu juga bukan haknya orangtua aja kan, tapi ia bisa terjadi pada siapa saja, baik ia orangtua, yang masih muda, bahkan anak-anak kita. Ia bisa terjadi kepada orang miskin papa, pengemis yang selalu menengadahkan tangan mengharap belas kasihan, orang yang kaya raya hingga 7 turunan, presiden, raja (termasuk Raja Chatting), hingga pengangguran. Kematian bisa juga menyergap seorang Putri Murasaki, bahkan Putri-nya Ramli, si Raja Chatting :D (baca tausyiah sebelumnya, Ramli Si Raja Chatting).
Dan kematian bukanlah sesuatu yang harus kita benci, karena kematian adalah bagaikan jalan pertemuan dengan Allah, dan barang siapa yang membenci pertemuan dengan-Nya, maka Allah pun membenci pertemuan dengannya [Bukhari dan Muslim]. Kita harus selalu siap saat kematian itu menyergap kita, dan selalu mempersiapkan diri ini dalam keadaan yang diridhoi-Nya.
Menurut Said Hawwa dalam bukunya Mensucikan Jiwa, cara untuk mengingat kematian adalah dengan mengosongkah hati ini dari segala sesuatu kecuali dzikrul maut, dan caranya adalah dengan mengingat saudara-saudaranya yang telah mendahului. Bukankah orang yang paling berbahagia adalah orang yang dapat mengambil pelajaran dari orang lain? Bahkan Umar bin Abdul Aziz pernah berkata, "Tidakkah kalian melihat bahwa kalian setiap hari menyiapkan orang yang pergi dan pulang kepada Allah, kalian meletakkannya di atas tanah dan membantalkan tanah dengan meninggalkan para kekasih dan terputus segala upaya."
Dengan terus menerus menghadirkan pikiran-pikiran tersebut, mengunjungi orang-orang yang sakit dan menghadiri upacara penguburan, itu merupakan salah satu jalan dzikrul maut. Bahkan, Ar-Rabi' bin Kha Khaitsam menggali kuburan di rumahnya dan setiap hari ia tidur di dalamnya beberapa kali untuk senantiasa mengingat kematian. Bahkan ia berkata, "Seandainya mengingat kematian berpisah dari hatiku sesaat saja, niscaya hatiku rusak." Emang sih dunia ini diciptakan indah dalam pandangan mata. Dihiasi taman-taman bunga yang indah, anak-anak sebagai penghibur diri, istri yang cantik, suami yang ganteng, makanan yang beraneka rupa, harta, tahta, dll. Namun semua itu pada akhirnya juga akan kita tinggalkan, tak ada yang terbawa ke alam kubur kecuali hanya kain kafan untuk membungkus diri ini.
Kematian memang mestinya tak perlu menjadi sesuatu yang ditakuti, karena niscaya ia akan datang menghampiri pada waktunya nanti. Dan sesungguhnya yang terpenting adalah mempersiapkan diri ini hingga kelak kematian itu menjadi indah. Isy kariman aw mut syahidan, hidup mulia atau mati syahid, demikian pesan Sayyid Qutb!
Selamat berjuang untuk hidup secara mulia di dunia ini ya akhi wa ukhti fillah, mulia dipandangan manusia terlebih lagi mulia dipandangan Allah SWT, hingga kematian syahid menemui kita.
Wallahu a'lam bishshawab.

Belajarlah Pada Si Gila

Pernah mendengar cerita katak Kalimantan yang menyeberangi Sungai Barito? Jika belum, maka layak disimak.

Dalam cerita itu, seorang gila bertemu dengan seorang profesor. Keduanya berbincang tentang katak. Yakni katak Kalimantan yang mampu melompat sejauh 50 cm. "Berapa lompatan yang diperlukan katak Kalimantan itu untuk sampai ke seberang sungai Barito?" tanya si gila itu. Sedangkan lebar Barito adalah 1.250 meter.

Dengan cepat, profesor itu menjawab. "2.500 lompatan," katanya. Menghitungnya sangat mudah. Jika katak itu dapat melompat setengah meter, maka jumlah lompatan yang diperlukan adalah dua kali jarak dalam meter.

Orang gila itu terkekeh-kekeh mendengar jawaban profesor. Yang diperlukan katak itu untuk sampai ke seberang, katanya, hanya dua lompatan. Yang pertama adalah melompat ke air. Setelah itu katak akan berenang. Sampai di ujung, katak baru akan melompat lagi ke daratan.

Saya, Anda, dan kita semua bisa seperti profesor itu. Pandai dalam logika, namun dungu terhadap realita. Dengan logika kita merasa mampu menjawab segalanya. Dengan logika, kita percaya dapat memecahkan seluruh masalah. Apalagi bila kita merasa tak cuma punya logika, namun hafal di luar kepala berbagai teori yang disebut buku-buku teks, dan memiliki segudang pengalaman. Persoalan apa yang tidak dapat kita atasi?

Keadaan bangsa ini sekarang adalah produk cara berpikir gaya profesor itu. Para perancang pembangunan kita sangat percaya pada logika, penguasaan teori, dan pengalamannya sendiri. Itulah kebenaran menurut mereka. Mereka memaksa bangsa ini menerima "kebenaran" itu.

Percaya pada yang cerdik pandai itu, seluruh bangsa lalu menelan bulat resep yang disodorkan. Hasilnya, rupiah terkapar dari Rp 2.500 ke titik Rp 16 ribu per dolar Amerika. Habibie sempat mengatrolnya kembali ke sekitar Rp 6.700. Pemerintahan sekarang yang mengaku kompeten membantingnya lagi ke tingkat Rp 10.500.

Hasilnya pula, rakyat harus memikul beban Rp 600 triliun yang dihamburkan negara untuk "menomboki" kelakuan segelintir konglomerat. Cuma kurang dari Rp 100 triliun kini yang tersisa. Rakyat juga harus menanggung beban hidup akibat tidak berharganya rupiah tersebut. Baik melalui kenaikan harga BBM, tarif listrik, telepon, dan akhirnya seluruh harga barang.

Begitupun para pengambil kebijakan masih merasa benar dengan sikap "lucu"-nya. Mereka sibuk menjual BCA Rp 5 triliun dengan dalih "butuh uang", namun tak menganggap keliru langkah menggerojok bank itu dengan puluhan triliun rupiah. Mereka rela mengorbankan Semen Gresik demi uang receh dari Cemex.

Sikap pemerintahan Jakarta dan Bandung juga "luar biasa". Hari-hari ini, keduanya tengah melancarkan perang besar pada pedagang kaki lima. Kecuali di Glodok yang memang selalu "basah". Itu dilakukan ketika banyak orang terancam PHK. Pemerintah pun tak mampu membuat lapangan kerja.

Saya bukan profesor, bukan pula si gila. Di hari baru 2002 ini, kalau harus belajar pada mereka, saya akan belajar dari si gila. Ia, sepertinya, tak punya apa-apa. Namun ia memiliki wisdom, yang membuatnya selalu mampu mencermati realita. Realitalah, bukan kata-kata, yang merupakan kebenaran