Baiklah para pengunjung blog saya ini, artikel yang akan saya bagikan
kepada anda semua yaitu langkah kita untuk lebih mempererat tali
silaturrahmi kita terhadap sesama manusia karena tali silaturrahmi itu
sangat penting ada sebuah hadits yang mengatakan intinya adalah kalau
kita ingin memperoleh rizqi yang barokah dan banyak, panjang umur, dan
jika kita dalam kesulitan maka ALLAH SWT akan mempermudah kita, caranya
yaitu dengan mempererat Tali Silaturrahmi kita. Kita sesama manusia
janganlah kita saling memutuskan tali persaudaraan kita. dibawah ini
akan dijelaskan tentang Mempererat tali silaturrahmi beserta haditsnya.
Para pengunjung blog saya ini yang diutamakan dalam mempererat tali
silaturrahmi ini terutama dalam keluarga yang masih ada hubungan nasab
(anshab). Yang dimaksud, yaitu keluarga itu sendiri, seperti ibu, bapak,
anak lelaki, anak perempuan ataupun orang-orang yang mempunyai hubungan
darah dari orang-orang sebelum bapaknya atau ibunya.
Inilah
yang disebut arham atau ansab. Adapun kerabat dari suami atau istri,
mereka adalah para ipar, tidak memiliki hubungan rahim ataupun nasab.
Banyak cara untuk menyambung tali silaturahmi. Misalnya dengan cara
saling berziarah (berkunjung), saling memberi hadiah, atau dengan
pemberian yang lain. Sambunglah silaturahmi itu dengan berlemah lembut,
berkasih sayang, wajah berseri, memuliakan, dan dengan segala hal yang
sudah dikenal manusia dalam membangun silaturahmi. Dengan silaturahmi,
pahala yang besar akan diproleh dari Allah Azza wa Jalla. Silaturahim
menyebabkan seseorang bisa masuk ke dalam surga. Silaturahim juga
menyebabkan seorang hamba tidak akan putus hubungan dengan Allah di
dunia dan akhirat.
Disebutkan dalam Shahîh al-Bukhâri dan Shahîh Muslim, dari Abu Ayyûb al-Anshârî:
أَنَّ
رَجُلًا قَالَ : يا رَسُولَ اللَّهِ أَخْبِرْنِي بِمَا يُدْخِلُنِي
الْجَنَّةَ وَيُبَاعِدُنِي مِنَ النَّارِ فَقَالَ النَّبِيُّ : لَقَدْ
وُفِّقَ أَوْ قَالَ لَقَدْ هُدِيَ كَيْفَ قُلْتَ ؟ فَأَعَادَ الرَّجُلُ
فَقَالَ النَّبِيُّ : تَعْبُدُ اللَّهَ لَا تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا
وَتُقِيمُ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِي الزَّكَاةَ وَتَصِلُ ذَا رَحِمِكَ فَلَمَّا
أَدْبَرَ قَالَ النَّبِيُّ : إِنْ تَمَسَّكَ بِمَا أَمَرْتُ بِهِ دَخَلَ
الْجَنَّةَ
"Bahwasanya ada seseorang berkata kepada Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam : "Wahai Rasulullah, beritahukan kepadaku tentang
sesuatu yang bisa memasukkan aku ke dalam surga dan menjauhkanku dari
neraka," maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sungguh dia
telah diberi taufik," atau "Sungguh telah diberi hidayah, apa tadi yang
engkau katakan?" Lalu orang itupun mengulangi perkataannya. Setelah itu
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Engkau beribadah kepada
Allah dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu pun, menegakkan shalat,
membayar zakat, dan engkau menyambung silaturahmi". Setelah orang itu
pergi, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Jika dia
melaksanakan apa yang aku perintahkan tadi, pastilah dia masuk surga".
Silaturahmi juga merupakan faktor yang dapat menjadi penyebab umur
panjang dan banyak rizki. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ أَوْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
"Barang siapa yang ingin dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung tali silaturahmi".
[Muttafaqun 'alaihi].
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
الرَّحِمُ مُعَلَّقَةٌ بِالْعَرْشِ تَقُولُ مَنْ وَصَلَنِي وَصَلَهُ اللَّهُ وَمَنْ قَطَعَنِي قَطَعَهُ اللَّهُ
"Ar-rahim
itu tergantung di Arsy. Ia berkata: "Barang siapa yang menyambungku,
maka Allah akan menyambungnya. Dan barang siapa yang memutusku, maka
Allah akan memutus hubungan dengannya".
[Muttafaqun 'alaihi].
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menjelaskan bahwa
menyambung silaturahmi lebih besar pahalanya daripada memerdekakan
seorang budak. Dalam Shahîh al-Bukhâri, dari Maimûnah Ummul-Mukminîn,
dia berkata:
يَا رَسُولَ اللَّهِ
أَشَعَرْتَ أَنِّي أَعْتَقْتُ وَلِيدَتِي قَالَ أَوَفَعَلْتِ قَالَتْ
نَعَمْ قَالَ أَمَا إِنَّكِ لَوْ أَعْطَيْتِهَا أَخْوَالَكِ كَانَ أَعْظَمَ
لِأَجْرِكِ
"Wahai Rasulullah, tahukah engkau bahwa aku
memerdekakan budakku?" Nabi bertanya, "Apakah engkau telah
melaksanakannya?" Ia menjawab, "Ya". Nabi bersabda, "Seandainya engkau
berikan budak itu kepada paman-pamanmu, maka itu akan lebih besar
pahalanya”.
Yang amat disayangkan, ternyata ada sebagian orang yang
tidak mau menyambung silaturahmi dengan kerabatnya, kecuali apabila
kerabat itu mau menyambungnya. Jika demikian, maka sebenarnya yang
dilakukan orang ini bukanlah silaturahmi, tetapi hanya sebagai balasan.
Karena setiap orang yang berakal tentu berkeinginan untuk membalas
setiap kebaikan yang telah diberikan kepadanya, meskipun dari orang
jauh.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ وَلَكِنْ الْوَاصِلُ الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا
"Orang
yang menyambung silaturahmi itu, bukanlah yang menyambung hubungan yang
sudah terjalin, akan tetapi orang yang menyambung silaturahmi ialah
orang yang menjalin kembali hubungan kekerabatan yang sudah terputus".
[Muttafaqun 'alaihi].
Oleh
karena itu, sambunglah hubungan silaturahmi dengan kerabat-kerabat
kita, meskipun mereka memutuskannya. Sungguh kita akan mendapatkan
balasan yang baik atas mereka.
Diriwayatkan, telah datang seorang lelaki kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata:
يَا
رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ لِي قَرَابَةً أَصِلُهُمْ وَيَقْطَعُونِي
وَأُحْسِنُ إِلَيْهِمْ وَيُسِيئُونَ إِلَيَّ وَأَحْلُمُ عَنْهُمْ
وَيَجْهَلُونَ عَلَيَّ فَقَالَ لَئِنْ كُنْتَ كَمَا قُلْتَ فَكَأَنَّمَا
تُسِفُّهُمْ الْمَلَّ وَلَا يَزَالُ مَعَكَ مِنَ اللَّهِ ظَهِيرٌ
عَلَيْهِمْ مَا دُمْتَ عَلَى ذَلِكَ
"Wahai Rasulullah, aku
mempunyai kerabat. Aku menyambung hubungan dengan mereka, akan tetapi
mereka memutuskanku. Aku berbuat baik kepada mereka, akan tetapi mereka
berbuat buruk terhadapku. Aku berlemah lembut kepada mereka, akan tetapi
mereka kasar terhadapku," maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda, "Apabila engkau benar demikian, maka seakan engkau menyuapi
mereka pasir panas, dan Allah akan senantiasa tetap menjadi penolongmu
selama engkau berbuat demikan."
[Muttafaq 'alaihi].
Begitu
pula firman Allah Ta'ala:"Orang-orang yang merusak janji Allah setelah
diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan
supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang itulah
yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk
(Jahannam)".
[ar-Ra’d/13:25].
Dari Jubair bin Mut’im bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda:
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ
"Tidaklah masuk surga orang yang suka memutus, ( memutus tali silaturahmi)". [Mutafaqun 'alaihi].
Memutus tali silaturahmi yang paling besar, yaitu memutus hubungan
dengan orang tua, kemudian dengan kerabat terdekat, dan kerabat terdekat
selanjutnya. Oleh karena itu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda
أَلَا أُنَبِّئُكُمْ
بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ قُلْنَا بَلَى يَا رَسُولَ
اللَّهِ قَالَ الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ
”Maukah
kalian aku beritahu tentang dosa terbesar di antara dosa-dosa besar?”
Beliau mengulangi pertanyaannya sebanyak tiga kali. Maka para sahabat
menjawab: ”Mau, ya Rasulullah,” Nabi n bersabda: ”Berbuat syirik kepada
Allah dan durhaka kepada kedua orang tua”.
Demikianlah, betapa
besar dosa seseorang yang durhaka kepada orang tua. Dosa itu disebutkan
setelah dosa syirik kepada Allah Ta'ala. Termasuk perbuatan durhaka
kepada kedua orang tua, yaitu tidak mau berbuat baik kepada keduanya.
Lebih parah lagi jika disertai dengan menyakiti dan memusuhi keduanya,
baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dalam shahîhain, dari 'Abdullah bin 'Amr, sesungguhnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:
مِنَ
الْكَبَائِرِ شَتْمُ الرَّجُلِ وَالِدَيْهِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ
وَهَلْ يَشْتِمُ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ قَالَ نَعَمْ يَسُبُّ أَبَا
الرَّجُلِ فَيَسُبُّ أَبَاهُ وَيَسُبُّ أُمَّهُ فَيَسُبُّ أُمَّهُ
”Termasuk
perbuatan dosa besar, yaitu seseorang yang menghina orang tuanya,” maka
para sahabat bertanya: ”Wahai Rasulullah, adakah orang yang menghina
kedua orang tuanya sendiri?” Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda: ”Ya, seseorang menghina bapak orang lain, lalu orang lain ini
membalas menghina bapaknya. Dan seseorang menghina ibu orang lain, lalu
orang lain ini membalas dengan menghina ibunya”.
Wahai
orang-orang yang mengaku beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Bertakwalah
kepada Allah Azza wa Jalla. Dan marilah kita melihat diri kita
masing-masing, sanak keluarga kita! Sudahkah kita menunaikan kewajiban
atas mereka dengan menyambung tali silaturahmi? Sudahkah kita berlemah
lembut terhadap mereka? Sudahkah kita tersenyum tatkala bertemu dengan
mereka? Sudahkah kita mengunjungi mereka? Sudahkah kita mencintai,
memuliakan, menghormati, saling menunjungi saat sehat, saling menjenguk
ketika sakit? Sudahkah kita membantu memenuhi atau sekedar meringankan
yang mereka butuhkan?
Ada sebagian orang tidak suka melihat
kedua orang tuanya yang dulu pernah merawatnya kecuali dengan pandangan
yang menghinakan. Dia memuliakan istrinya, tetapi melecehkan ibunya. Dia
berusaha mendekati teman-temannya, akan tetapi menjahui bapaknya.
Apabila duduk dengan kedua orang tuanya, maka seolah-olah ia sedang
duduk di atas bara api.
Dia berat apabila harus bersama kedua
orang tuanya. Meski hanya sesaat bersama orang tua, tetapi ia merasa
begitu lama. Dia bertutur kata dengan keduanya, kecuali dengan rasa
berat dan malas. Sungguh jika perbuatannya demikian, berarti ia telah
mengharamkan bagi dirinya kenikmatan berbakti kepada kedua orang tua dan
balasannya yang terpuji.
Ada pula manusia yang tidak mau
memandang dan menganggap sanak kerabatanya sebagai keluarga. Dia tidak
mau bergaul dengan karib kerabat dengan sikap yang sepantasnya diberikan
sebagai keluarga. Dia tidak mau bertegus sapa dan melakukan perbuatan
yang bisa menjalin hubungan silaturahmi. Begitu pula, ia tidak mau
menggunakan hartanya untuk hal itu.
Sehingga ia dalam keadaan
serba kecukupan, sedangkan sanak keluarganya dalam keadaan kekurangan.
Dia tidak mau menyambung hubungan dengan mereka. Padahal, terkadang
sanak keluarga itu termasuk orang-orang yang wajib ia nafkahi karena
ketidakmampuannya dalam berusaha, sedangkan ia mampu untuk menafkahinya.
Akan tetapi, tetap saja ia tidak mau menafkahinya.
Para
ahlul-'ilmi telah berkata, setiap orang yang mempunyai hubungan waris
dengan orang lain, maka ia wajib untuk memberi nafkah kepada mereka
apabila orang lain itu membutuhkan atau lemah dalam mencari penghasilan,
sedangkan ia dalam keadaan mampu. Yaitu sebagaimana yang dilakukan
seorang ayah untuk memberikan nafkah. Maka barang siapa yang bakhil maka
ia berdosa dan akan dihisab pada hari Kiamat.
Oleh karena itu,
tetap sambungkanlah tali silaturahmi. Berhati-hatilah dari
memutuskannya. Masing-masing kita akan datang menghadap Allah dengan
membawa pahala bagi orang yang menyambung tali silaturahmi. Atau ia
menghadap dengan membawa dosa bagi orang yang memutus tali silaturahmi.
Marilah kita memohon ampun kepada Allah Ta'ala, karena sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Sumber : almanhaj.or.id
[Diadaptasi oleh Ustadz Abu Sauda` Eko Mas`uri, dari ad-Dhiyâ-ul Lâmi', Syaikh Muhammad bin Shâlih al-'Utsaimîn, hlm. 505-508]
[Disalin
dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XI/1429H/2008M. Penerbit Yayasan
Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
sumberlink