Pages

Ads 468x60px

Kisah Embun di Daun Semanggi


Alkisah di sebuah istana, Putri Murasaki sedang sakit berat, karena itu Ratu Akashi pun berkenan mengunjunginya. Selama mereka berbincang-bincang, angin musim gugur bertiup, daun semanggi pun berayun-ayun, indah berkilauan diterpa matahari senja.
Tak lama Pangeran Genji datang menghampiri, ia melihat sang putri sedang bangun dan menatapi taman. Pangeran terkejut, dan bertanya, "Duhai Putri apakah engkau baik-baik saja? Senang-kah engkau berbincang dengan sang Ratu?" Putri Murasaki pun tersentuh hatinya karena ucapan sang Pangeran yang penuh kasih. Ia pun membuat sebuah puisi yang menggambarkan dirinya yang tak dapat hidup lebih lama lagi, laksana embun di daun semanggi yang cepat menghilang.
Seraya memandangi pohon semanggi yang berayun-ayun, seperti akan menjatuhkan embun-embunnya, Pangeran Genji membuat balasan untuk puisi itu sambil menitikkan air matanya. Dengan tangan digenggam oleh Ratu, Putri Murasaki mengakhiri hidupnya yang singkat seperti embun menjelang fajar.
Ikhwah fillah rahimakumullah, Kisah diatas adalah sebuah Genji monogatari* dari Jepang. Sebuah kisah yang menggambarkan sosok Putri Murasaki yang usianya begitu singkat, laksana embun-embun di daun semanggi. Di dunia ini bukankah kehidupan kita pun bagaikan embun, ia menghilang ketika fajar menjelang, tidaklah mungkin untuk merubah takdir siapa yang mendahului dan siapa yang ditinggalkan, karena itu semua telah ditakdirkan oleh-Nya.
Dulu (atau sekarang masih?) kalau kita ikut ceramah di masjid-masjid, lalu ustadznya ngomong masalah kematian kadang kita ngedumel, "Nih ustadz, ceramahnya mati melulu, lha masih muda kok diingetin mati sih. Belum nikah bo!!!" Lebih-lebih lagi kalo ustadznya udah nakutin-nakutin, "Ntar kalo mati itu kasurnya tanah, temannya ulat, sendirian, gelap gulita, bla...bla...bla...," pokoknya yang serem-serem, jadi tambah gondok. Dalam hati langsung berkata, "Ih...nih ustadz, reseh banget, pake' nakut-nakutin lagi. Auk ah gelap!!!" Biasanya ustadz-ustadz yang suka ngomongin masalah kematian 'peminatnya' dikit, coba kalo tema ceramahnya tentang pernikahan, cinta, dan yang 'sebangsa' bisa melimpah ruah hingga emperan gedung :-)
Walaupun pernikahan merupakan salah satu sunnah Rasulullah SAW, namun dalam Islam kita juga diingatkan untuk selalu banyak-banyak mengingat kematian, karena orang yang cerdas ialah orang yang mengendalikan dirinya dan bekerja untuk kehidupan setelah kematian.
Mati itu juga bukan haknya orangtua aja kan, tapi ia bisa terjadi pada siapa saja, baik ia orangtua, yang masih muda, bahkan anak-anak kita. Ia bisa terjadi kepada orang miskin papa, pengemis yang selalu menengadahkan tangan mengharap belas kasihan, orang yang kaya raya hingga 7 turunan, presiden, raja (termasuk Raja Chatting), hingga pengangguran. Kematian bisa juga menyergap seorang Putri Murasaki, bahkan Putri-nya Ramli, si Raja Chatting :D (baca tausyiah sebelumnya, Ramli Si Raja Chatting).
Dan kematian bukanlah sesuatu yang harus kita benci, karena kematian adalah bagaikan jalan pertemuan dengan Allah, dan barang siapa yang membenci pertemuan dengan-Nya, maka Allah pun membenci pertemuan dengannya [Bukhari dan Muslim]. Kita harus selalu siap saat kematian itu menyergap kita, dan selalu mempersiapkan diri ini dalam keadaan yang diridhoi-Nya.
Menurut Said Hawwa dalam bukunya Mensucikan Jiwa, cara untuk mengingat kematian adalah dengan mengosongkah hati ini dari segala sesuatu kecuali dzikrul maut, dan caranya adalah dengan mengingat saudara-saudaranya yang telah mendahului. Bukankah orang yang paling berbahagia adalah orang yang dapat mengambil pelajaran dari orang lain? Bahkan Umar bin Abdul Aziz pernah berkata, "Tidakkah kalian melihat bahwa kalian setiap hari menyiapkan orang yang pergi dan pulang kepada Allah, kalian meletakkannya di atas tanah dan membantalkan tanah dengan meninggalkan para kekasih dan terputus segala upaya."
Dengan terus menerus menghadirkan pikiran-pikiran tersebut, mengunjungi orang-orang yang sakit dan menghadiri upacara penguburan, itu merupakan salah satu jalan dzikrul maut. Bahkan, Ar-Rabi' bin Kha Khaitsam menggali kuburan di rumahnya dan setiap hari ia tidur di dalamnya beberapa kali untuk senantiasa mengingat kematian. Bahkan ia berkata, "Seandainya mengingat kematian berpisah dari hatiku sesaat saja, niscaya hatiku rusak." Emang sih dunia ini diciptakan indah dalam pandangan mata. Dihiasi taman-taman bunga yang indah, anak-anak sebagai penghibur diri, istri yang cantik, suami yang ganteng, makanan yang beraneka rupa, harta, tahta, dll. Namun semua itu pada akhirnya juga akan kita tinggalkan, tak ada yang terbawa ke alam kubur kecuali hanya kain kafan untuk membungkus diri ini.
Kematian memang mestinya tak perlu menjadi sesuatu yang ditakuti, karena niscaya ia akan datang menghampiri pada waktunya nanti. Dan sesungguhnya yang terpenting adalah mempersiapkan diri ini hingga kelak kematian itu menjadi indah. Isy kariman aw mut syahidan, hidup mulia atau mati syahid, demikian pesan Sayyid Qutb!
Selamat berjuang untuk hidup secara mulia di dunia ini ya akhi wa ukhti fillah, mulia dipandangan manusia terlebih lagi mulia dipandangan Allah SWT, hingga kematian syahid menemui kita.
Wallahu a'lam bishshawab.

1 comment:

  1. Selamat Sore...


    Ini yg didalam gambar apa betul daun semanggi atau yg disebut juga Clover Leaf?? jika ingin membeli tanaman tersebut bisa dibeli dimana ya?? Mohon infonya..

    Thanks & Regards
    Nissa

    ReplyDelete

Assalamualaikum.. Temen2 jangan lupa Komentar na ^_^