Konon, ada seorang raja darwis yang berangkat mengadakan
perjalanan melalui laut. Ketika penumpang-penumpang lain
memasuki perahu satu demi satu, mereka melihatnya dan
sebagai lazimnya --merekapun meminta nasehat kepadanya. Apa
yang dilakukan semua darwis tentu sama saja, yakni memberi
tahu orang-orang itu hal yang itu-itu juga: darwis itu
tampaknya mengulangi saja salah satu rumusan yang menjadi
perhatian darwis sepanjang masa.
Rumusan itu adalah: "Cobalah menyadari maut, sampai kau tahu
maut itu apa." Hanya beberapa penumpang saja yang secara
khusus tertarik akan peringatan itu.
Mendadak ada angin topan menderu. Anak kapal maupun
penumpang semuanya berlutut, memohon agar Tuhan
menyelamatkan perahunya. Mereka terdengar berteriak-teriak
ketakutan, menyerah kepada nasib, meratap mengharapkan
keselamatan. Selama itu sang darwis duduk tenang, merenung,
sama sekali tidak memberikan reaksi terhadap gerak-gerik dan
adegan yang ada disekelilingnya.
Akhirnya suasana kacau itu pun berhenti, laut dan langit
tenang, dan para penumpang menjadi sadar kini betapa tenang
darwis itu selama peristiwa ribut-ribut itu berlangsung.
Salah seorang bertanya kepadanya, "Apakah Tuan tidak
menyadari bahwa pada waktu angin topan itu tak ada yang
lebih kokoh daripada selembar papan, yang bisa memisahkan
kita dari maut?"
"Oh, tentu," jawab darwis itu. "Saya tahu, di laut selamanya
begitu. Tetapi saya juga menyadari bahwa, kalau saya berada
di darat dan merenungkannya, dalam peristiwa sehari-hari
biasa, pemisah antara kita dan maut itu lebih rapuh lagi."
Catatan
Kisah ini ciptaan Bayazid dari Bistam, sebuah tempat
disebelah selatan Laut Kaspia. Ia adalah salah seorang
diantara Sufi Agung zaman lampau, dan meninggal pada paroh
kedua abad kesembilan.
Ayahnya seorang pengikut Zoroaster, dan ia menerima
pendidikan kebatinannya di India. Karena gurunya, Abu-Ali
dari Sind, tidak menguasai ritual Islam sepenuhnya, beberapa
ahli beranggapan bahwa Abu-Ali beragama Hindu, dan bahwa
Bayazid tentunya mempelajari metode mistik India. Tetapi
tidak ada ahli yang berwewenang, diantara Sufi, yang
mengikuti anggapan tersebut. Para pengikut Bayazid termasuk
kaum Bistamia.
wah nambah wawasan ne, semangat ya akhi :)
ReplyDelete