Pages

Ads 468x60px

Kisah si Pemurah


Ada  seorang  kaya  dan  murah hati yang tinggal di Bokhara.
Karena ia memiliki pangkat tinggi  dalam  hirarki  yang  tak
kelihatan,  ia  dikenal  sebagai  Pemimpin Dunia. Ia membuat
satu syarat  bagi  hadiah  yang  dibagikannya.  Setiap  hari
diberikannya emas kepada segolongan masyarakat --yang sakit,
yang janda, dan selanjutnya. Namun tak  diberikannya  apapun
kepada yang membuka mulut.

Tidak semua orang bisa berdiam diri.

Pada  suatu hari tibalah giliran para hakim menerima hadiah.
Salah seorang diantara mereka itu tidak  bisa  menahan  diri
mengajukan permohonan sebaik-baiknya.

Ia tidak diberi apapun.

Tetapi itu bukan usaha terakhir. Hari berikutnya, para cacat
diberi hadiah, dan iapun pura-pura patah anggota badannya.

Tetapi Sang Pemimpin mengenalnya, dan ia pun tak mendapatkan
apa-apa.

Hari berikutnya lagi ia kembali menyamar, menutupi wajahnya,
di antara golongan masyarakat  yang  berbeda.  Lagi-lagi  ia
dikenali, dan diusir.

Berulang  kali  ia  mencoba,  bahkan pernah menyamar sebagai
wanita: namun semuanya tanpa hasil.

Akhirnya hakim ini bertemu dengan seorang  pengurus  jenazah
dan  memintanya  untuk membungkus dirinya dengan kain kafan.
"Kalau Sang Pemimpin lewat, mungkin  ia  nanti  menganggapku
mayat. Ia mungkin melemparkan uang untuk ongkos penguburanku
dan kau nanti kuberi bagian."

Dilaksanakanlah hal itu. Sekeping uang emas dilemparkan oleh
Pemimpin  ke bungkusan kafan itu. Hakim itupun menangkapnya,
khawatir  kalau  pengurus  jenazah  itu  menangkapnya  lebih
dahulu.  Kemudian  berkatalah  ia  kepada  pemurah itu, "Kau
telah mengingkari hadiah untukku. Catat bagaimana aku  telah
mendapatkannya!"

"Tak  ada  yang bisa kau dapatkan dariku," jawab orang murah
hati itu, "sampai kau mati." Itulah  makna  kalimat  rahasia
'orang  harus  mati  sebelum  ia  mati.'  Hadiah  itu datang
setelah  'kematian,'  dan  tidak  sebelumnya.   Dan   bahkan
'kematian' inipun tak mungkin ada tanpa pertolongan."

Catatan

Kisah  ini,  yang  dikutip  dari Mathnawi, karya Rumi, sudah
jelas dengan sendirinya.

Para darwis mempergunakannya untuk menekankan bahwa meskipun
anugerah  bisa  "digaet"  oleh Si Cerdik, kemampuan ('emas')
yang diambil secara baik-baik dari seorang guru  seperti  Si
Pemurah  dari  Bokhara  itu memiliki kekuatan yang melampaui
ujud luarnya. Itulah  nilai  yang  sukar  dipahami  mengenai
Berkah.

No comments:

Post a Comment

Assalamualaikum.. Temen2 jangan lupa Komentar na ^_^