Memahami dan menghayati ayat-ayatnya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an? Kalau kiranya Al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya”. (An-Nisa: 82)
`Amru bin Murrah berkata: “Aku tidak suka kalau melewati sebuah perumpamaan (matsal) di dalam Al-Qur’an, lalu aku tidak dapat memahaminya, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
“Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang memaha-minya kecuali orang-orang yang berilmu”. (Al-`Ankabut: 43)
Ibnu Umar Radhiallaahu anhu apabila beliau membaca : (firman-Nya:)
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah turun Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasiq”. (Al-Hadid :16), maka ia menangis hingga tangisan menguasainya.
Ibnul Qayyim Al-Jauziyah berkata: “Apabila anda ingin mengambil pelajaran dari Al-Qur’an, maka hendaklah anda memusatkan hati dan fikiran anda pada saat membaca dan mendengarkannya, dan pasanglah pendengaran anda dengan baik. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati atau menggunakan pendenga-rannya, sedang ia menyaksikan” (Qaf : 37).
Ibnul Qayyim juga mengatakan: “Tidak ada sesu-atu yang lebih berguna bagi hati daripada membaca Al-Qur’an dengan pemahaman dan penghayatan.
Ringkasnya adalah, bahwa tidak ada yang lebih berarti dan lebih berguna bagi hati daripada membaca Al-Qur’an dengan pemahaman dan penghayatan, karena Al-Qur’an benar-benar mencakup manazil (tingkatan-tingkatan) orang-orang yang meniti jalan menuju Allah, ahwal orang-orang `amilin dan maqamat orang-orang yang mengenal Allah. Al-Qur’anlah yang dapat melahirkan rasa kecintaan, kerinduan, rasa takut, pengharapan, kembali (inabah), tawakkal, rela (ridha), berserah diri, rasa syukur dan segenap kondisi batin yang hanya dengannya hati dapat hidup dan menjadi sempurna. Demikian pula, Al-Qur’an melarang semua sifat dan perbuatan-perbuatan tercela yang dapat menye-babkan hati menjadi rusak dan binasa. Seandainya manusia mengetahui manfaat membaca Al-Qur’an yang mereka lakukan dengan penghayatan dan pemahaman tentu mereka menyibukkan diri dengannya dari hal yang lain apabila ia membacanya dengan pemahaman, lalu bila di suatu saat ia membaca suatu ayat –yang ia butuhkan untuk menyembuhkan hatinya- maka hendak-nya ia membacanya secara berulang-ulang sekalipun sampai seratus kali. Bahkan seandainya satu ayat itu saja ia baca dengan penghayatan dan pemahaman selama satu malam, niscaya itu lebih baik baginya daripada membacanya hingga tamat tetapi tanpa penghayatan dan pemahaman, dan lebih berguna bagi hatinya serta lebih cepat untuk meraih keimanan dan merasakan lezatnya Al-Qur’an.
Itulah kebiasaan para pendahulu kita (salaf), bahkan ada salah seorang di antara mereka yang mengulang-ulangi bacaan satu ayat hingga waktu Shubuh tiba.
Di dalam riwayat yang shahih disebutkan bahwa Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam pernah melakukan shalat malam (tahajjud) hanya dengan mengulang-ulangi satu ayat sampai pagi (Shubuh), yaitu ayat :
“Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesung-guhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu, dan jika Engkau berikan ampunan bagi mereka, maka sesung-guhnya Engkau-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
Jadi, membaca Al-Qur’an dengan pemahaman adalah merupakan dasar utama bagi baiknya hati. Oleh karena itu, Ibnu Mas`ud mengatakan: “Jangan kamu membaca Al-Qur’an sebagaimana membaca sya`ir dan jangan membacanya seperti menabur kurma busuk, akan tetapi renungkanlah keajaiban-keajaibannya dan gerakkanlah hatimu dengannya, dan jangan sampai perhatian seorang di antara kamu adalah akhir surah (cepat selesai membaca surah)”.
Abu Ayyub meriwayatkan dari Abu Jamrah beliau menuturkan bahwasanya ia pernah berkata kepada Ibnu Abbas: “Aku adalah seorang yang sangat cepat dalam membaca Al-Qur’an, aku bisa menamatkannya hanya dalam waktu tiga hari saja”. Maka Ibnu Abbas berkata: “Sungguh, aku membaca satu surah Al-Qur’an dalam satu malam dengan penuh penghayatan dan pemahaman serta bacaan yang baik itu lebih aku suka daripada membaca Al-Qur’an sebagaimana kamu membacanya”.
Pemahaman dan penghayatan terhadap Al-Qur’an itu ada dua macam: pertama, pemahaman untuk menemukan maksud (kehendak) Allah Subhanahu wa Ta'ala di dalam ayat yang dibaca; dan kedua, pemahaman terhadap makna-makna ayat-ayat yang diperintahkan oleh Allah untuk merenungkannya. Jadi, yang pertama adalah pema-haman tentang dalil Al-Qur’an (ayat-ayat yang tertulis), sedangkan yang kedua adalah pemahaman tentang dalil yang dapat dilihat dengan mata kepala (ayat-ayat yang dapat disaksikan). Maka Al-Qur’an diturunkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala agar difahami dan direnungkan serta diamalkan, bukan hanya sekedar untuk dibaca lalu berpaling daripadanya.
Hasan Al-Basri pernah berkata: “Al-Qur’an itu diturunkan supaya diamalkan, maka jadikanlah bacaan-nya sebagai amalan”.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment
Assalamualaikum.. Temen2 jangan lupa Komentar na ^_^